Tiga perkara ini (Al
Hilm, Al Anah dan Ar Rifq) memiliki makna yang berdekatan. Ketiganya mengandungmakna berlemah lembut dalam bermuamalah dengan sesama. Oleh karena itu, para
ulama menjadikan pembahasannya dalam satu bab.
Al Hilm (الحلم)
maknanya adalah seseorang bisa menguasai dirinya ketika marah. Jika
seseorang dilanda amarah maka dengan segera dia bisa menguasai dirinya, tidak
terburu-buru merespon atau memberikan balasan.
Sedangkan Al ‘Anah (الأناة)
maknanya adalah berhati-hati dalam menghadapi permasalahan dan tidak
tergesa-gesa. Artinya seseorang tidaklah mengambil sebuah permasalahan dengan
zhahirnya belaka, lalu dia pun dengan tergesa-gesa menghukumi permasalahan
tersebut sebelum dia menelitinya dengan lebih lanjut.
Adapun Ar Rifq (الرفق)
maknanya adalah: Bermuamalah dengan manusia dengan lemah lembut bahkan
sampai-sampai jika orang tersebut berhak untuk mendapat hukuman dan sanksi maka
dia pun tetap memperlakukannya dengan lemah lembut.
Tingginya kedudukan tiga
sifat ini
Ketiga sifat ini banyak
mendapat pujian dalam di syariat Islam.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada
Asyaj ‘Abdul Qais,
إنَّ فيكَ خَصْلَتَيْنِ
يُحِبُّهُمَا اللهُ : الْحِلْمُ وَالأنَاةُ
“Sesungguhnya pada
dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yaitu al hilm dan al anah”. (HR.
Muslim)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ
يُحِبُّ الرِّفْقَ ، وَيَعْطِي عَلَى الرِّفْقَ مَا لاَ يَعْطِي عَلَى الْعُنْفِ ،
وَمَا لاَ يَعْطِي عَلَى سِوَاهُ
“Sesungguhnya Allah
Rafiq (Maha Lembut), dan mencintai rifq/kelembutan, Dia memberikan pada rifq,
apa-apa yang tidak diberikan pada sikap ‘anaf (keras), dan tidak pula Dia
memberikan pada yang selainnya”. (HR. Muslim)
Dari beliau (‘Aisyah) radhiyallahu
‘anha juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ ،
وَإِيَّاكَ وَالْعُنْفِ ، وَالْفَحْشِ ، إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِيْ شَيْءٍ
إِلاَّ زَانَهُ ، وَلاَ يَنْزِعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Wajib bagimu untuk
berbuat lemah lembut, berhati-hatilah dari sikap keras dan keji, sesungguhnya
tidaklah sikap lemah lembut ada pada suatu perkara kecuali akan menghiasinya,
dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, melainkan akan memburukkan perkara
tersebut”. (HR. Muslim)
Dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ يُحْرَمُ الرِّفْقَ
، يُحْرَمُ الْخَيْرَ كُلَّهُ
“Barang siapa yang
diharamkan baginya rifq, diharamkan baginya kebaikan seluruhya”. (HR. Muslim)
Kelembutan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam adalh figur yang penuh kasih sayang dan kelemahlembutan. Allah ta’ala
berfirman,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ
مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم
بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh telah datang
kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu,
sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi
Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (At-Taubah: 128)
Kasih sayang dan
kelemahlembutan beliau nampak pada Hadits-hadits berikut:
1. Kisah Arab Badui yang
Kencing di Masjid
Dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu berkata, “Tatkala kami dimasjid bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, tiba-tiba datang seorang A’rabi (Arab dusun)
kencing di masjid, maka para sahabat menghardiknya, “Mah mah (yaitu
pergi/tinggalkan)”.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, “Jangan kalian hardik, biarkan dia (jangan putus
kencingnya)”.
Parasahabat membiarkan
A’rabi tersebut untuk menunaikan kencingnya, kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam memanggilnya.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berkata, “Sesungguhnya masjid-masjid tidak boleh
untuk kencing, tetapi dipergunakan untuk berdzikir kepada Allah, shalat dan
membaca Al Qur’an”.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat-sahabatnya, “Sungguh
kalian diutus untuk memudahkan dan tidak untuk menyulitkan, guyurlah air
kencing tadi dengan satu ember air”.
A’rabi itu
berkata, “Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan jangan Engkau rahmati
selain kami”.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, “Sungguh engkau telah mempersempit perkara yang
luas.”(Muttafaqun ‘alaihi)
2. Metode Beliau dalam
Menegur Para Sahabat
Dari Mu’awiyah bin
Al-Hakam ‘Aisyah-Sulami radhiyallahu ‘anhu berkata, “Tatkala
aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba
ada seseorang yang shalat itu bersin.
Mu’awiyah radhiyallahu
‘anhu mendoakan, “Semoga Allah merahmatimu”.
Orang-orang yang shalat
melihat kepadaku dalam rangka mengingkari. Mu’awiyah mengatakan kepada mereka,
“Kenapa kalian melihatku begitu?”
Orang-orang yang shalat
memukulkan tangan-tangan mereka ke paha-paha mereka dengan tujuan supaya diam,
maka Muawiyah pun diam tatkala mereka diam sampai selesai shalat.
Mu’awiyah radhiyallahu
‘anhu memuji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Demi
ibu bapakku, aku tidak pernah melihat seorang pengajar sebelum atau sesudahnya
yang paling baik pengajarannya dibanding beliau, maka demi Allah,
beliau tidak memojokkan aku, tidak memukulku dan tidak mencelaku”.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya shalat ini tidak boleh
sesuatu pun padanya yang berupa ucapan manusia, tetapi shalat itu tasbih,
takbir dan membaca Al-Qur’an”.
Mu’awiyah radhiyallahu
‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru lepas dari
masa jahiliyah, dan Allah datangkan Islam. Dan sesungguhnya ada di antara kami
orang-orang yang mendatangi dukun yang mereka mengakui ilmu ghaib”.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Jangan kamu mendatangi mereka!!”
Mua’wiyah radhiyallahu
‘anhu, “Dan di antara kami ada orang-orang yang ber-tathayur (menganggap
sial dengan sesuatu).”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Itu adalah sesuatu yang didapatkan pada
dada-dada mereka, maka jangan sampai menghalangi mereka dari tujuan-tujuan
mereka, karena yang demikian itu tidak berpengaruh, tidak mendatangkan manfaat
mau pun mudharat.” (HR. Muslim)
3. Bimbingan Beliau
terhadap ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata, “Orang-orang Yahudi mendatangi Nabi shallallahu
‘alaihi wasallamdan berkata, “Kebinasaan bagimu”. Rasul shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Bagi kalian juga”. ‘Aisyah berkata,
“Kebinasaan bagi kalian, laknat dan murka Allah atas kalian”.
Rasul shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Tahan wahai ‘Aisyah, wajib bagimu untuk
lemah lembut, hati-hati kamu dari sikap keras dan keji”.
‘Aisyah, “Apakah kamu
tidak mendengar apa yang mereka ucapkan?”
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, “Apakah kamu tidak mendengar apa yang aku ucapkan,
aku telah membalas mereka dan itu dikabulkan bagiku dan ucapan mereka
terhadapku tidaklah dikabulkan “. (HR. Al Bukhari)
Dalam riwayat Muslim,
“Jangan kamu (wahai ‘Aisyah) menjadi orang yang berbuat keji, karena
sesungguhnya Allah tidak suka terhadap perkataan kotor/keji dan mengatakan
dengan ucapan kotor”.
4. Wasiat Beliau
ketika Mengutus Para Da’i
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam jika mengutus sahabatnya dalam suatu urusan, beliau bersabda,
بَشِّرُوْا
وَلاَ تُنَفِّرُوْا وَيَسِّرُوْا وَلاَ تُعَسِّرُوْا
“Gembirakanlah mereka,
jangan bikin lari, permudah urusan mereka, jangan mempersulit”. (Muttafaqun ‘alaihi)
Lemah Lembut dalam
Mengajak Orang kepada Kebaikan
Lemah lembut dalam
berdakwah adalah salah satu modal utama di dalam berdakwah. Allah ta’ala
berfirman,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ
اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ
حَوْلِكَ
“Maka disebabkan rahmat
dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu.” (Ali Imran: 159)
Dikatakan kepada Al-Imam
Ahmad bin Hanbal, “Bagaimana sepantasnya seseorang memerintahkan kepada yang
ma’ruf?”
Beliau menjawab,
“Hendaknya dia memerintah
dengan lemah lembut dan merendahkan diri.” Kemudian beliau berkata, “Jika
mereka memperdengarkan kepadanya perkara yang dia benci, jangan dia marah,
sehingga jadilah dia ingin membela dirinya.” (Al Amr bil Ma’ruf wan Nahi
‘anil Munkar, Abu Bakr bin Al Khallal, hal 52)
Al-Imam Sufyan berkata,
“Janganlah memerintahkan
kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar kecuali orang yang di dalamnya
ada tiga perkara: Berlemah-lembut dengan apa yang ia perintahkan dan
lemah-lembut dengan apa yang ia larang, adil dengan apa yang ia perintahkan dan
adil dengan apa yang ia larang, mengilmui apa yang ia perintahkan dan mengilmui
apa yang ia larang.” (Al Amr bil Ma’ruf wan Nahi ‘anil Munkar, Abu Bakr bin
Al Khallal, hal 37)
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah berkata,
“Maka semestinya untuk
mempunyai tiga hal: Ilmu, sikap lemah lembut, dan kesabaran. Ilmu sebelum
memerintahkan dan melarang, sikap lemah-lembut bersamanya, dan kesabaran
setelahnya. Dan setiap dari tiga hal ini mesti menemaninya dalam
keadaan-keadaan ini.” (Al Amr bil Ma’ruf wan Nahi anil Munkar, Ibnu
Taimiyyah, hal 18)
Wallahu ta’ala a’lam
bish shawab.
Sumber:
- Syarh
Riyadhis Shalihin, Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
- Qutufun
min Syamaaili Al Muhammadiyyah, Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
- Al
Amr bil Ma’ruf wan Nahi anil Munkar, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
- Al
Amr bil Ma’ruf wan Nahi anil Munkar, Abu Bakr bin Al Khallal