Dia juga mempunyai
tanggung jawab yang lain dari sisi keikhlasan kepada Allah subhanahu wata’ala,
pengawasan-Nya terhadap dirinya dan menjadikan tujuannya adalah untuk
mendapatkan ridha-Nya, menunaikan kewajiban, melepaskan tanggungan dan memberi
manfaat kepada manusia. Juga, dia tidak bertujuan untuk mencari harta dan
kehormatan dunia, karena hal tersebut adalah keadaan orang-orang munafiq atau
para penjilat dunia yang semisal mereka.
Dia juga tidak bertujuan
untuk riya` (dilihat orang) dan sum’ah (didengarkan orang). Namun tujuannya
hanyalah memberi manfaat kepada hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala, dan tentu
yang paling pertama adalah mencari ridha Allah subhanahu wata’ala.
Segala sesuatu yang akan
dia ucapkan, fatwakan dan amalkan, hendaknya didasari oleh dalil. Hendaknya dia
menghindari tasahul (meremehkan permasalahan), karena seorang penuntut ilmu
diikuti oleh umat dalam perbuatan dan amalannya.
Apabila dia adalah
seorang pengajar, maka murid-muridnya akan mencontohnya. Apabila dia adalah
seorang ahli fatwa, maka manusia akan mengambil fatwa-fatwanya. Begitu pula
apabila dia adalah seorang dai. Oleh karena itu, dia harus berhati-hati,
terlebih lagi apabila dia adalah seorang hakim maka tanggung jawabnya akan
lebih besar.
Sehingga seorang penuntut
ilmu wajib untuk mempunyai sikap yang diridhai oleh Rabb-Nya yaitu ikhlas
kepada Allah subhanahu wata’ala, jujur dalam mencari ridha-Nya, bersemangat
tanpa pernah berputus asa dalam usahanya untuk mengetahui dalil-dalil syar’i
dan menelitinya, sehingga dia berdiri di atas dalil.
Dengan demikian, dunia
yang ada di depannya akan terasa longgar. Sehingga ketika dia berfatwa,
berdakwah kepada Allah subhanahu wata’ala, mengajarkan ilmu kepada manusia,
memerintahkan mereka kepada perkara yang baik, dan mencegah dari perbuatan yang
mungkar, semuanya dilakukan berlandaskan ilmu. sebagaimana firman Allah
subhanahu wata’ala,
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang
mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan bashiroh.” (Yusuf: 108)
Dan firman-Nya: البَصِيْرَةُ (bashiroh), ditafsirkan oleh para
ulama dengan ilmu. (*)
Sumber: (Ada Tanggung Jawab di Pundakmu, Asy
Syaikh Ibn Baaz, penerbit Al Husna Jogjakarta)
0 komentar:
Posting Komentar