22 Sep 2012

Hudzaifah bin Yaman

By: rnppsalatiga On: Sabtu, September 22, 2012
  • Berbagi


  • hudzaifah bin yaman

    Nasihat Nabi yang Agung

    Hudzaifah radhiallahu ‘anhu selalu berjalan di atas sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamdalam segala hal. Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lainnya biasa datang kepada Nabi untuk bertanya tentang kebaikan. Akan tetapi, Hudzaifah radhiallahu ‘anhu datang kepada Nabi untuk bertanya tentang kejahatan karena khawatir jatuh ke dalamnya.

    Hudzaifah telah diberikan kecerdasan dan kebijaksanaan yang membuatnya mengetahui bahwa kebaikan-kebaikan di dunia ini sudah sangat jelas bagi orang yang ingin mengerjakannya. Namun keburukan, masih kabur dan sering tersembunyi. Oleh karena itu, seseorang yang cerdas mestilah benar-benar mempelajari apa itu keburukan beserta tokoh-tkohnya dan apa itu kemunafikan beserta tokoh-tokohnya.
    Suatu hari Hudzaifah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kita dulu berada dalam kejahiliahan dan kejahatan, lalu Allah mendatangkan kepada kita kebaikan ini (maksudnya Islam), apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?”
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”
    “Lalu apakah setelah keburukan itu akan datang lagi kebaikan?” tanya Hudzaifah kembali.
    Ya, dan di dalamnya ada kerusakan yang tersembunyi.
    “Apa kerusakan yang tersembunyi itu wahai Rasulullah?”
    Orang-orang yang menunjuki tanpa petunjuk yang benar, ada hal yang engkau terima dari mereka dan ada pula yang engkau ingkari.”
    “Apakah setelah kebaikan itu ada lagi keburukan?”
    Ya orang-orang yang berdakwah di pintu-pintu Jahannam, siapa yang menyambut seruan mereka akan mereka lemparkan ke dalamnya.”
    “Ya Rasulullah, terangkanlah mereka kepada kami.”
    Mereka juga dari bangsa kita dan berbicara memakai bahasa kita.”
    “Apa yang engkau wasiatkan kepadaku andaikan aku mendapat masa itu?”
    Berpegang teguh dengan jamaah muslimin dan pemimpin mereka.”
    “Andaikan mereka tidak punya jamaah dan pemimpin?”
    Jauhi semua kelompok itu walaupun untuk itu engkau akan berpegangan pada akar pohon sampai kematian menjemput dan engkau tetap dalam keadaan demikian.”
    Oleh karena itu, Hudzaifah menjalani kehidupan dengan sangat menyadari dan peka terhadap berbagai fitnah dan celah-celah keburukan sehingga ia bisa menghindarinya dan juga memperingatkan manusia agar tidak terjebak ke dalamnya. Ia pernah berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling tahu tentang seluruh fitnah yang akan terjadi saat ini sampai hari Kiamat nanti.”

    Orang Kepercayaan untuk Menjaga Rahasia Rasulullah

    Masalah yang paling besar dihadapi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin di Madinah al-Munawwarah adalah munculnya orang-orang munafik dan antek-anteknya dengan berbagai tipu daya, isu-isu bohong, dan konspirasi yang mereka lancarkan terhadap Nabi dan para sahabatnya.
    Pada perang Tabuk, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali bersama sahabatnya ke Madinah, sekelompok kaum munafik bermaksud untuk membunuh Nabi dengan melemparkan Nabi dari atas bukit.
    Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan rencana jahat orang-orang munafik itu kepada Nabi-Nya. Akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih Hudzifah dari sekian sahabatnya untuk menjadi orang kepercayaan memegang rahasia karena kepercayaan Nabi kepadanya dan posisinya yang tinggi di mata Nabi. Nabi memberitahukan kepadanya nama-nama semura orang munafik dan berbagai konspirasi yang mereka rencanakan.
    Hudzaifah bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, kenapa tidak engkau perintahkan saja untuk membunuh mereka?”
    Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
    Aku tidak ingin orang-orang berkata bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya.”
    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta Hudzaifah bin Yaman untuk selalu mengikuti gerakan orang-orang munafik itu dan memonitor segala kegiatan mereka untuk mengantisipasi bahaya mereka terhadap Islam dan kaum muslimin.
    Di samping sifat-sifat mulia yang dimilikinya, Hudzaifah juga memiliki ingatan yang sangat kuat. Ia pernah berkata, “Aku pernah melihat sesuatu yang sebelumnya pernah aku lupakan, tapi aku segera mengenalnya sebagaimana halnya seseorang mengenal sahabatnya apabila sahabatnya itu sempat menghilang lalu ketika ia lihat ia segera mengenalnya.”
    Sejak hari itu Hudzaifah dijuluki sebagai orang kepercayaan rahasia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
    Ketika Umar ibnul Khaththab mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenyampaikan secara rahasia nama orang-orang munafik kepada Hudzaifah ibnul Yamaan –suatu rahasia yang tidak diberitahukan kepada sahabat yang lain selain Hudzaifah– ia segera menemui Hudzaifah. Sambil berharap, ia berkata, “Aku bersumpah dengan nama Allah, mohon engkau jawab, apakah aku termasuk orang munafik?”
    Karena kasihan melihat Umar ibnul Khaththab, Hudzaifah menjawab, “Tidak, tapi aku tidak bisa menjamin seorang pun selainmu.” Hal itu ia katakan agar ia tidak menyebarkan rahasia yang telah diamanahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya.
    Ketika Umar ibnul Khaththab menjadi khalifah –setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq, wafat– ia bertanya kepada Hudzaifah, “Apakah ada di antara pejabat-pejabatku di berbagai daerah yang termasuk orang munafik?”
    Hudzaifah menjawab, “Ya, ada satu.”
    “Siapa dia?” tanya Umar.
    “Tidak akan aku sebutkan.”
    Tapi tidak berapa lama setelah itu Umar ibnul Khaththab mengetahui siapa orang yang dimaksud sehingga ia segera memecatnya dari jabatannya.
    Apabila ada salah seorang kaum muslimin yang wafat, Umar ibnul Khaththab segera bertanya tentang Hudzaifah. Apabila ia tahu Hudzaifah ikut menyalatkannya, maka ia juga akan menyalatkannya. Tapi apabila Hudzaifah tidak ikut menyalatkannya maka Umar juga tidak akan ikut menyalatkannya.
    Sumber: Pendekar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ksatria Islam yang Gagah Berani, Asyraf Muhammad al-Wahsy, Gema Insani Press, 2011

    21 Sep 2012

    Sudahkah Anda Merasakan Manfaat Shalat?

    By: rnppsalatiga On: Jumat, September 21, 2012
  • Berbagi


  • (Oleh: Ustadz Mochamad Taufiq Badri) 
     
    Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim. Sebuah ibadah mulia yang mempunyai peran penting bagi keislaman seseorang. Sehingga Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam mengibaratkan shalat seperti pondasi dalam sebuah bangunan.
    Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
    hadist
    Islam dibangun di atas lima hal: 
    bersaksi bahwa tidak ada sesembahan 
    yang berhak disembah dengan benar kecuali Allâh 
    dan Nabi Muhammad adalah utusan Allâh,
    menegakkan shalat…. 
    (HR Bukhâri dan Muslim)

    Oleh karena itu, ketika muadzin mengumandangkan adzan, kaum muslimin berbondong-bondong mendatangi rumah-rumah Allâh Ta'ala, mengambil air wudhu, kemudian berbaris rapi di belakang imam shalat mereka. Mulailah kaum muslimin tenggelam dalam dialog dengan Allâh Ta'ala dan begitu khusyu’ menikmati shalat sampai imam mengucapkan salam. Dan setelah usai, masing-masing kembali pada aktifitasnya.
    Timbul pertanyaan, apakah masing-masing kaum muslimin sama dalam menikmati shalat ini? Apakah juga mendapatkan hasil yang sama? Perlu kita ketahui bahwa setiap amal shalih membawa pengaruh baik kepada pelaku-pelakunya. Pengaruh ini akan semakin besar sesuai dengan keikhlasan dan kebenaran amalan tersebut. Dan pernahkah kita bertanya, “Apakah manfaat dari shalatku?” atau “Sudahkah aku merasakan manfaat shalat?”
    Imam Hasan al-Bashri rahimahullâh pernah mengatakan:
    “Wahai, anak manusia. Shalat adalah perkara yang dapat menghalangimu dari maksiat dan kemungkaran. Jika shalat tidak menghalangimu dari kemaksiatan dan kemungkaran, maka hakikatnya engkau belum shalat”.[1]
    Dari nasihat beliau ini, kita bisa memahami bahwa shalat yang dilakukan secara benar akan membawa pengaruh positif kepada pelakunya. Dan pada kesempatan ini, marilah kita mempelajari manfaat-manfaat shalat. Kemudian kita tanyakan kepada diri sendiri, sudahkah aku merasakan manfaat shalat?

    1. Shalat adalah simbol ketenangan.
    Shalat menunjukkan ketenangan jiwa dan kesucian hati para pelakunya. Ketika menegakkan shalat dengan sebenarnya, maka diraihlah puncak kebahagiaan hati dan sumber segala ketenangan jiwa.
    Dahulu, orang-orang shalih mendapatkan ketenangan dan pelepas segala permasalahan ketika mereka tenggelam dalam kekhusyu’kan shalat. Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud rahimahullâhdalam Sunan-nya:
    Suatu hari ‘Abdullah bin Muhammad al- Hanafiyah rahimahullâh pergi bersama bapaknya menjenguk saudara mereka dari kalangan Anshar. Kemudian datanglah waktu shalat. Dia pun memanggil pelayannya, ”Wahai pelayan, ambillah air wudhu! Semoga dengan shalat aku bisa beristirahat,” Kami pun mengingkari perkataannya. Dia berkata: “Aku mendengar Nabi Muhammad bersabda, ’Berdirilah ya Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat!’.”[2]
    Marilah kita mengintrospeksi diri, sudahkah ketenangan seperti ini kita dapatkan dalam shalat-shalat kita? Sudah sangat banyak shalat yang kita tunaikan, tetapi pernahkah kita berfikir manfaat shalat ini? Atau rutinitas shalat yang kita tegakkan sehari-hari?
    Suatu ketika seorang tabi’in yang bernama Sa’id bin Musayib rahimahullâh mengeluhkan sakit di matanya. Para sahabatnya berkata kepadanya: “Seandainya engkau mau berjalan-jalan melihat hijaunya Wadi ‘Aqiq, pastilah akan meringankan sakitmu,” tetapi ia menjawab: “Lalu apa gunanya aku shalat ‘Isya` dan Subuh?”[3]
    Demikianlah, generasi terdahulu dari umat ini memposisikan shalat dalam kehidupan mereka. Bagi mereka, shalat adalah obat bagi segala problematika. Dengan hati yang ikhlas mereka menunaikan shalat, sehingga jiwa menuai ketenangan dan mendapatkan kebahagiaan.

    2. Shalat adalah cahaya.
    Ambillah cahaya dari shalat-shalat kita. Ingatlah, cahaya shalat bukanlah cahaya biasa. Dia cahaya yang diberikan oleh Penguasa alam semesta ini. Diberikan untuk menunjuki manusia ke jalan yang lurus, yaitu jalan ketaatan kepada Allâh Rabul ‘alamin.
    Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullâh, dari sahabat Abu Mâlik al-’Asy’ari radhiyallâhu'anhu, Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: (dan shalat itu adalah cahaya).
    Oleh karena itu, marilah menengok diri kita, sudahkah cahaya ini menerangi kehidupan kita? Dan sungguh sangat mudah jika kita ingin mengetahui apakah shalat telah mendatangkan cahaya bagi kita? Yakni dapat lihat, apakah shalat membawa ketaatan kepada Allâh dan menjauhkan kita dari bermaksiat kepada-Nya? Jika sudah, berarti shalat itu telah menjadi sumber cahaya bagi kehidupan kita. Inilah cahaya awal yang dirasakan manusia di dunia. Dan kelak di akhirat, ia akan menjadi cahaya yang sangat dibutuhkan, yang menyelamatkannya dari berbagai kegelapan sampai mengantarkannya kepada surga Allâh Ta'ala .

    3. Shalat sebagai obat dari kelalaian.
    Lalai adalah penyakit berbahaya yang menimpa banyak manusia. Lalai mengantarkan manusia kepada berbagai kesesatan, bahkan menjadikan manusia tenggelam di dalamnya. Mereka akan menanggung akibat dari kelalaian yang mereka alami di dunia maupun di akhirat kelak. Sehingga lalai menjadi penutup yang menutupi hati manusia. Hati yang tertutup kelalaian, menyebabkan kebaikan akan sulit sampai padanya. Tetapi menegakkan shalat sesuai dengan syarat dan rukunnya, dengan menjaga sunnah dan khusyu di dalamnya, insya Allâh akan menjadi obat paling mujarab dari kelalaian ini, membersihkan hati dari kotoran-kotorannya. Allâh Ta'ala berfirman:
    (Qs. al-A’raf/7:205)
    Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu 
    dengan merendahkan diri dan rasa takut, 
    dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, 
    dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. 
    (Qs. al-A’ra/7:205)

    Berkata Imam Mujahid rahimahullâh:
    “Waktu pagi adalah shalat Subuh dan waktu petang adalah shalat ‘Ashar”.
    Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
    hadist
    Barang siapa yang menjaga shalat-shalat wajib, 
    maka ia tidak akan ditulis sebagai orang-orang yang lalai.[4]

    4. Shalat sebagai solusi problematika hidup.
    Sudah menjadi sifat dasar manusia ketika dia tertimpa musibah dan cobaan, dia akan mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahannya. Maka tidak ada cara yang lebih manjur dan lebih hebat dari shalat. Shalat adalah sebaik-baik solusi dalam menghadapi berbagai macam cobaan dan kesulitan hidup. Karena tidak ada cara yang lebih baik dalam mendekatkan diri seseorang dengan Rabb-nya kecuali dengan shalat. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya mengucapkan:
    hadist
    Posisi paling dekat seorang hamba dengan Rabbnya yaitu ketika dia sujud, 
    maka perbanyaklah doa. 
    (HR Muslim)[5]

    Inilah di antara manfaat shalat yang sangat agung, mendekatkan hamba dengan Dzat yang paling ia butuhkan dalam menyelesaikan problem hidupnya. Maka, kita jangan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Jangan sampai kita lalai dalam detik-detik shalat kita. Jangan pula terburu-buru dalam shalat kita, seakan tidak ada manfaat padanya. Shalat bisa menjadi sarana menakjubkan untuk mendatangkan pertolongan dan dukungan Allâh Ta'ala.
    Dalam kisah Nabi Yunus 'alaihissalam, Allâh Ta'ala menceritakan:
    (Qs. ash-Shafât/37:143-144)
    Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allâh, 
    niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. 
    (Qs. ash-Shafât/37:143-144)

    Sahabat Ibnu ‘Abbas rahimahullâh menafsirkan “banyak mengingat Allâh”, yaitu, beliau termasuk orang-orang yang menegakkan shalat.[6]
    Sahabat Hudzaifah radhiyallâhu'anhu pernah menceritakan tentang Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa sallam :
    hadist
    Dahulu, jika Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam tertimpa suatu urusan, maka beliau melaksanakan shalat. 
    (HR Abu Dawud)
    [7]

    5. Shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
    Sebagaimana telah kita fahami, bahwasanya shalat akan membawa cahaya yang menunjukkan pelakunya kepada ketaatan. Bersamaan dengan itu, maka shalat akan mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Sebagaimana hal ini difirmankan Allâh Ta'ala :
    (Qs. al-Ankabût/29:45)
    Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Al-Qur‘an) 
    dan dirikanlah shalat.
    Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. 
    Dan sesungguhnya mengingat Allâh (shalat) 
    adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). 
    Dan Allâh mengetahui apa yang kamu kerjakan. 
    (Qs. al-Ankabût/29:45)

    Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu ‘Abbas radhiyallâhu'anhu mengatakan, “Dalam shalat terdapat larangan dan peringatan dari bermaksiat kepada Allâh”.[8]

    6. Shalat menghapuskan dosa.
    Selain mendatangkan pahala bagi pelakunya, shalat juga menjadi penghapus dosa, membersihkan manusia dari dosa-dosa yang pernah dilakukannya.
    Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
    hadist
    “Apa pendapat kalian,
    jika di depan pintu salah seorang dari kalian ada sungai (mengalir); 
    dia mandi darinya lima kali dalam sehari, apakah tersisa kotoran darinya?” 
    Para sahabat menjawab: “Tidak akan tertinggal kotoran sedikitpun”.
    Beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: 
    “Demikianlah shalat lima waktu, 
    Allâh Ta'ala menghapuskan dengannya kesalahan-kesalahan”. 
    (HR Bukhâri dan Muslim)

    Inilah sebagian manfaat shalat yang tak terhingga banyaknya, dari yang kita ketahui maupun yang tersimpan di sisi Allâh Ta'ala. Oleh karena itu, marilah kita memperhatikan diri kita masing-masing, sudahkah di antara manfaat-manfaat tersebut yang kita rasakan? Ataukah kita masih menjadikan shalat sebagai salah satu rutinitas hidup kita? Jangan sampai kita termasuk orang-orang yang dicela Allâh dalam firman-Nya:
    (Qs. al-Mâ’ûn/107:4-5)
    Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 
    (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. 
    (Qs. al-Mâ’ûn/107:4-5)

    Semoga Allâh Ta'ala memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hambanya yang menegakkan shalat, dan memetik buahnya dari shalat yang kita kerjakan.

    (Majalah As-sunnah Edisi 05/Tahun XII)

    Berbakti pada Kedua Orang Tua

    By: rnppsalatiga On: Jumat, September 21, 2012
  • Berbagi

  • Makna “Al Birr”
    Al Birr yaitu kebaikan, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam (artinya) :
    “Al Birr adalah baiknya akhlaq”. (Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya Nomor 1794).
    Al Birr merupakan haq kedua orang tua dan kerabat dekat, lawan dari Al ‘Uquuq yaitu kejelekan dan menyia-nyiakan haq..
    Berkata Urwah bin Zubair mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua tentang firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) :
    “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan.” (QS. Al Isra’ : 24)

    Berkata Imam Al Qurtubi mudah-mudahan Allah merahmatinya :
    “Termasuk ‘Uquuq (durhaka) kepada orang tua adalah menyelisihi/ menentang keinginan-keinginan mereka dari (perkara-perkara) yang mubah, sebagaimana Al Birr (berbakti) kepada keduanya adalah memenuhi apa yang menjadi keinginan mereka. Oleh karena itu, apabila salah satu atau keduanya memerintahkan sesuatu, wajib engkau mentaatinya selama hal itu bukan perkara maksiat, walaupun apa yang mereka perintahkan bukan perkara wajib tapi mubah pada asalnya, demikian pula apabila apa yang mereka perintahkan adalah perkara yang mandub (disukai/ disunnahkan).
    (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an Jil 6 hal 238).

    Hukum Birrul Walidain
    Para Ulama’ Islam sepakat bahwa hukum berbuat baik (berbakti) pada kedua orang tua hukumnya adalah wajib, hanya saja mereka berselisih tentang ibarat-ibarat (contoh pengamalan) nya.
    Berkata Ibnu Hazm, mudah-mudahan Allah merahmatinya.
    “Birul Walidain adalah fardhu (wajib bagi masing-masing individu). (
    Dalil-dalil Shahih dan Sharih (jelas) yang mereka gunakan banyak sekali, diantaranya:
    1. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) :
    “Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua Ibu Bapak”.
    (An Nisa’ : 36).
    Dalam ayat ini (berbuat baik kepada Ibu Bapak) merupakan perintah, dan perintah disini menunjukkan kewajiban, khususnya, karena terletak setelah perintah untuk beribadah dan meng-Esa-kan (tidak mempersekutukan) Allah, serta tidak didapatinya perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari perintah ini. (Al Adaabusy Syar’iyyah 1/434).
    2. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) :
    “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
    (QS. Al Isra’: 23).
    Adapun makna ( qadhoo ) = Berkata Ibnu Katsir : yakni, mewasiatkan. Berkata Al Qurthubiy : yakni, memerintahkan, menetapkan dan mewajibkan. Berkata Asy Syaukaniy: “Allah memerintahkan untuk berbuat baik pada kedua orang tua seiring dengan perintah untuk mentauhidkan dan beribadah kepada-Nya, ini pemberitahuan tentang betapa besar haq mereka berdua, sedangkan membantu urusan-urusan (pekerjaan) mereka, maka ini adalah perkara yang tidak bersembunyi lagi (perintahnya). (Fathul Qodiir 3/218).
    3. Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) :
    “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapanya, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu.” (QS. Luqman : 14).
    Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua “Tiga ayat dalam Al Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya) :
    “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu Bapakmu”, Berkata beliau. “Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pada kedua Ibu Bapaknya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu.”
    (Al Kabaair milik Imam Adz Dzahabi hal 40).
    Berkaitan dengan ini, Rasulullah Shalallahu’Alaihi Wassallam bersabda (artinya) :
    “Keridhaan Rabb (Allah) ada pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Rabb (Allah) ada pada kemurkaan orang tua” (Riwayat Tirmidzi dalam Jami’nya (1/ 346), Hadits ini Shohih, lihat Silsilah Al Hadits Ash Shahiihah No. 516).
    4. Hadits Al Mughirah bin Syu’bah – mudah-mudahan Allah meridhainya, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam beliau bersabda(artinya) :
    “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kalian mendurhakai para Ibu, mengubur hidup-hidup anak perempuan, dan tidak mau memberi tetapi meminta-minta (bakhil) dan Allah membenci atas kalian (mengatakan) katanya si fulan begini si fulan berkata begitu (tanpa diteliti terlebih dahulu), banyak bertanya (yang tidak bermanfaat), dan membuang-buang harta”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1757).
    Keutamaan Birrul Walidain
    Pertama : Termasuk Amalan Yang Paling Mulia
    Dari Abdullah bin Mas’ud mudah-mudahan Allah meridhoinya dia berkata : Saya bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: Apakah amalan yang paling dicintai oleh Allah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: “Sholat tepat pada waktunya”, Saya bertanya : Kemudian apa lagi?, Bersabada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam “Berbuat baik kepada kedua orang tua”. Saya bertanya lagi : Lalu apa lagi?, Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Berjihad di jalan Allah”.
    (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya).
    Kedua : Merupakan Salah Satu Sebab-Sebab Diampuninya Dosa
    Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman (artinya) :
    “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya….”, hingga akhir ayat berikutnya : “Mereka itulah orang-orang yang kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga. Sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.”
    (QS. Al Ahqaf 15-16)
    Diriwayatkan oleh ibnu Umar mudah-mudahan Allah meridhoi keduanya bahwasannya seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam dan berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya telah menimpa kepadaku dosa yang besar, apakah masih ada pintu taubat bagi saya?, Maka bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Apakah Ibumu masih hidup?”, berkata dia : tidak. Bersabda beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Kalau bibimu masih ada?”, dia berkata : “Ya” . Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Berbuat baiklah padanya”.
    (Diriwayatkan oleh Tirmidzi didalam Jami’nya dan berkata Al ‘Arnauth : Perawi-perawinya tsiqoh. Dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim. Lihat Jaami’ul Ushul (1/ 406).
    Ketiga : Termasuk Sebab Masuknya Seseorang Ke Surga :
    Dari Abu Hurairah, mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata : Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Celakalah dia, celakalah dia”, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam ditanya : Siapa wahai Rasulullah?, Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Orang yang menjumpai salah satu atau kedua orang tuanya dalam usia lanjut kemudian dia tidak masuk surga”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya No. 1758, ringkasan).
    Dari Mu’awiyah bin Jaahimah mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua, Bahwasannya Jaahimah datang kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, saya ingin (berangkat) untuk berperang, dan saya datang (ke sini) untuk minta nasehat pada anda. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Apakah kamu masih memiliki Ibu?”. Berkata dia : “Ya”. Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam : “Tetaplah dengannya karena sesungguhnya surga itu dibawah telapak kakinya”. (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Nasa’i dalam Sunannya dan Ahmad dalam Musnadnya, Hadits ini Shohih. (Lihat Shahihul Jaami No. 1248)
    Keempat : Merupakan Sebab keridhoan Allah
    Sebagaiman hadits yang terdahulu
    “Keridhoan Allah ada pada keridhoan kedua orang tua dan kemurkaan-Nya ada pada kemurkaan kedua orang tua”.
    Kelima : Merupakan Sebab Bertambahnya Umur
    Diantarnya hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik mudah-mudahan Allah meridhoinya, dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
    “Barangsiapa yang suka Allah besarkan rizkinya dan Allah panjangkan umurnya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahim”.
    Keenam : Merupakan Sebab Barokahnya Rizki
    Dalilnya, sebagaimana hadits sebelumnya.
    Wallahu a’lam