Tampilkan postingan dengan label Pendidikan Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan Islam. Tampilkan semua postingan

4 Apr 2016

Cara Berbakti pada Orang Tua Setelah Mereka Tiada

By: rnppsalatiga On: Senin, April 04, 2016
  • Berbagi

  • Bagaimana cara berbakti pada orang tua ketika mereka telah meninggal dunia atau tiada?

    Dari Abu Usaid Malik bin Rabi’ah As-Sa’idi, ia berkata,

    Suatu saat kami pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu ada datang seseorang dari Bani Salimah, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah masih ada bentuk berbakti kepada kedua orang tuaku ketika mereka telah meninggal dunia?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya (masih tetap ada bentuk berbakti pada keduanya, pen.). (Bentuknya adalah) mendo’akan keduanya, meminta ampun untuk keduanya, memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia, menjalin hubungan silaturahim (kekerabatan) dengan keluarga kedua orang tua yang tidak pernah terjalin dan memuliakan teman dekat keduanya.” (HR. Abu Daud no. 5142 dan Ibnu Majah no. 3664. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban, Al-Hakim, juga disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

    Dalam hadits yang lain, kita dapat melihat bagaimana bentuk berbakti pada orang tua yang telah meninggal dunia lewat berbuat baik pada keluarga dari teman dekat orang tua.
    Ibnu Dinar meriwayatkan, ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata bahwa ada seorang lelaki Badui bertemu dengan Ibnu Umar di tengah perjalanan menuju Makkah. Kemudian ‘Abdullah bin ‘Umar memberi salam dan mengajaknya untuk naik ke atas keledainya serta memberikan sorban yang dipakai di kepalanya. Ibnu Dinar berkata kepada Ibnu Umar, “Semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah orang Badui dan sebenarnya ia diberi sedikit saja sudah senang.” ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Sesungguhnya ayah Badui tersebut adalah kenalan baik (ayahku) Umar bin Al-Khattab. Sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya.” (HR. Muslim no. 2552)

    Dalam riwayat yang lain, Ibnu Dinar bercerita tentang Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Apabila Ibnu ‘Umar pergi ke Makkah, beliau selalu membawa keledai sebagai ganti unta apabila ia merasa jemu, dan ia memakai sorban di kepalanya. Pada suatu hari, ketika ia pergi ke Makkah dengan keledainya, tiba-tiba seorang Arab Badui lewat, lalu Ibnu Umar bertanya kepada orang tersebut, “Apakah engkau adalah putra dari si fulan?” Ia menjawab, “Betul sekali.” Kemudian Ibnu Umar memberikan keledai itu kepadanya dan berkata, “Naiklah di atas keledai ini.” Ia juga memberikan sorbannya (imamahnya) seraya berkata, “Pakailah sorban ini di kepalamu.”
    Salah seorang teman Ibnu Umar berkata kepadanya, “Semoga Allah memberikan ampunan kepadamu yang telah memberikan orang Badui ini seekor keledai yang biasa kau gunakan untuk bepergian dan sorban yang biasa engkau pakai di kepalamu.” Ibnu Umar berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya setelah meninggal dunia.” Sesungguhnya ayah orang ini adalah sahabat baik (ayahku) Umar (bin Al-Khattab).

    Bisa jadi pula bentuk berbuat baik pada orang tua adalah dengan bersedekah atas nama orang tua yang telah meninggal dunia.
    Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
    “Sesungguhnya ibu dari Sa’ad bin ‘Ubadah radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia. Sedangkan Sa’ad pada saat itu tidak berada di sisinya. Kemudian Sa’ad mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal, sedangkan aku pada saat itu tidak berada di sampingnya. Apakah bermanfaat jika aku menyedekahkan sesuatu untuknya?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Iya, bermanfaat.’ Kemudian Sa’ad mengatakan pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Kalau begitu aku bersaksi padamu bahwa kebun yang siap berbuah ini aku sedekahkan untuknya’.” (HR. Bukhari no. 2756)
    Sedekah untuk mayit akan bermanfaat baginya berdasarkan kesepakatan (ijma’) kaum muslimin. Lihat Majmu’ Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 24: 314.


    Ada enam hal yang bisa kita simpulkan bagaimana bentuk berbakti dengan orang tua ketika mereka berdua atau salah satunya telah meninggal dunia:
    Mendo’akan kedua orang tua.
    Banyak meminta ampunan pada Allah untuk kedua orang tua.
    Memenuhi janji mereka setelah meninggal dunia.
    Menjalin hubungan silaturahim dengan keluarga dekat keduanya yang tidak pernah terjalin.
    Memuliakan teman dekat keduanya.
    Bersedekah atas nama orang tua yang telah tiada.

    Semoga bisa diamalkan. Selama masih hidup, itulah kesempatan kita terbaik untuk berbakti pada orang tua. Karena berbakti pada keduanya adalah jalan termudah untuk masuk surga.
    Dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    “Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi no. 1900, Ibnu Majah no. 3663 dan Ahmad 6: 445. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits inihasan).

    Al-Qadhi Baidhawi mengatakan, “Bakti pada orang tua adalah pintu terbaik dan paling tinggi untuk masuk surga. Maksudnya, sarana terbaik untuk masuk surga dan yang mengantarkan pada derajat tertinggi di surga adalah lewat mentaati orang tua dan berusaha mendampinginya. Ada juga ulama yang mengatakan, ‘Di surga ada banyak pintu. Yang paling nyaman dimasuki adalah yang paling tengah. Dan sebab untuk bisa masuk surga melalui pintu tersebut adalah melakukan kewajiban kepada orang tua.’ (Tuhfah Al-Ahwadzi, 6: 8-9).
    Kalau orang tua kita masih hidup, manfaatkanlah kesempatan berbakti padanya walau sesibuk apa pun kita. Baca: Kapan Disebut Durhaka pada Orang Tua?
    Wallahu waliyyut taufiq, hanya Allah yang memberi taufik.

    Artikel diambil dari Rumaysho.Com
    .

    22 Feb 2015

    Kategori Teman

    By: rnppsalatiga On: Minggu, Februari 22, 2015
  • Berbagi
  • Teman itu ada tiga macam :

    1. Teman Manfaat (Kepentingan)
     "Orang yang mau berteman denganmu selama dia bisa mengambil manfaat darimu"

    2. Teman Kenikmatan
    "Orang yang tidak berteman denganmu kecuali karena dia bisa bersenang-senang denganmu untuk ngobrol, santai dan begadang malam, namun dia tidak bisa memberimu manfaat apapun"

    3. Teman Kemuliaan
    "Teman yang bisa mengajakmu pada keutamaan dan mencegahmu dari perbuatan yang buruk serta membukakan pintu-pintu kebaikan bagimu. Apabila engkau berbuat salah, maka dia kan melarangmu tanpa harus merusak kehormatanmu.

    Dua yang pertama akan putus dengan terputusnya sebab-sebabnya, yaitu terputus manfaat (kepentingan) pada yang pertama, dan terputus kenikmatan dari teman yang kedua.

    Adapun yang ketiga, maka karena yang menjadikan dia berteman dengannya adalah kemuliaan, maka kemuliaan itulah yang mendorong adanya persahabatan itu. Yang dengannya bisa saling menanamkan keyakinan tentang keutamaan keduanya.

    17 Mar 2013

    Ruginya Tidur Setelah Subuh

    By: rnppsalatiga On: Minggu, Maret 17, 2013
  • Berbagi

  • Bismillah, wasshalatuwassalaamu ‘ala rasulillah wa ‘ala aalihi waman tabi’ahu biihsan ila yaumiddiin…

    Apakah kerugian tidur diwaktu pagi? Mari kita simak  tulisan barikut.
    • Kehilangan barakah pagi hari
    Sebagaimana terdapat dalam Sunan Tirmidzi dan Sunan Abu Daud dan lainnya dari hadis Sakhr bin Wada’ah al Ghamidi radliyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ya Allah berikanlah berkah kepada umatku di pagi hari mereka”. Ini adalah doa yang agung yang  Rasulullah panjatkan agar umatnya memberi perhatian yang besar kepada waktu pagi.¹
    • Bisa ketinggalan waktu shalat subuh
    Tidak sedikit dari kita tidur setelah sahur sehingga hal ini bisa menyebabkan ketinggalan jamaah shalat subuh (bagi laki-laki) atau bahkan kehilangan waktu shalat subuh.
    • Menyelisihi kebiasaan para salaf
    Sebagian ulama salaf membenci tidur setelah shalat subuh.
    Dari ‘Urwahin bin Zubair, beliau mengatakan, “Dulu Zubair melarang anak-anaknya untuk tidur di waktu pagi
    Urwah mengatakan, “Sungguh jika aku mendengar bahwa  seorang itu tidur di waktu pagi maka aku pun merasa tidak suka dengan dirinya”. [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no 25442 dengan sanad yang sahih].
    Yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat adalah setelah mereka melaksanakan shalat subuh  mereka duduk di masjid hingga matahari terbit.
    Dari Sammak bin Harb, aku bertanya kepada Jabir bin Samurah, “Apakah anda sering menemani duduk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”. jawaban Jabir bin Samurah, “Ya, sering. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah meninggalkan tempat beliau menunaikan shalat shubuh hingga matahari terbit. Jika matahari telah terbit maka beliau pun bangkit meninggalkan tempat tersebut. Terkadang para sahabat berbincang-bincang tentang masa jahiliah yang telah mereka lalui kemudian mereka tertawa-tawa sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum-senyum saja mendengarkan hal tersebut” (HR Muslim).
    Skakhr al Ghamidi mengatakan, “Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengirim pasukan perang adalah mengirim mereka di waktu pagi”.
    Shakhr al Ghamidi adalah seorang pedagang. Kebiasaan beliau jika mengirim ekspedisi dagang adalah memberangkatkannya di waktu pagi. Akhirnya beliau pun menjadi kaya dan mendapatkan harta yang banyak. Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah namun ada salah satu perawi yang tidak diketahui. Akan tetapi hadits ini memiliki penguat dari Ali, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dll.
    • Membuat malas dan melemahkan badan
    Ibnul Qayyim ketika menjelaskan masalah banyak tidur, beliau menyatakan bahwa banyak tidur dapat mematikan hati dan membuat badan merasa malas serta membuang-buang waktu. Beliau rahimahullah mengatakan, : “Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan. Tidur pagi juga Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat. (Zaadul Ma’ad, 4/222)
    Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.” (Miftah Daris Sa’adah, 2/216). Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.
    • Pagi adalah waktu dibaginya rizki
    Imam Ibnul Qayyim mengatakan dalam kitabnya Zaadul Ma’aad, bahwasannya orang yang tidur di pagi hari akan menghalanginya dari mendapatkan rizki. Karena waktu subuh adalah waktu di mana makhluk mencari rizkinya, dan pada waktu tersebut Allah membagi rizki para makhluk.
    Dan beliau menukil dari Ibn ‘Abbas radliyallahu ‘anhu bahwasannya dia melihat anaknya tidur di waktu pagi maka ia berkata kepada anaknya ‘bangunlah engkau! Apakah kamu akan tidur sementara waktu pagi adalah waktu pembagian rezki? ¹
    Menurut para salaf, tidur yang terlarang adalah tidur ketika selesai shalat shubuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah waktu untuk menuai ghonimah (pahala yang berlimpah). Mengisi waktu tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang shalih. Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rizki dan datangnya barakah (banyak kebaikan).” (Madarijus Salikin, 1/459, Maktabah Syamilah).
    Semoga Allah selalu memberi taufiq dan hidayahnya kepada kita semua.
    Wa shallaatu wassalaam ‘ala anbyai wal mursaliin wal hamdulillahi rabbil ‘aalamiin

    14 Nov 2012

    Pentingnya Pendidikan Islam

    By: rnppsalatiga On: Rabu, November 14, 2012
  • Berbagi

  • Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk kembali kepada Allah SWT. Oleh karena itu selam kurang lebih 23 tahun Rasulullah SAW membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT. 
    Manusia mendapat kehormatan menjadi khalifah di muka bumi untuk mengolah alam beserta isinya. Hanya dengan ilmu dan iman sajalah tugas kekhalifahan dapat ditunaikan menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seluruh makhluk-Nya. Tanpa iman akal akan berjalan sendirian sehingga akan muncul kerusakan di muka bumi dan itu akan membahayakan manusia. Demikian pula sebaliknya iman tanpa didasari dengan ilmu akan mudah terpedaya dan tidak mengerti bagaimana mengolahnya menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seisinya.
    Sedemikian pentingnya ilmu, maka tidak heran orang-orang yang berilmu mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Allah maupun manusia. (QS. Al Mujadilah (58) : 11)
    Bahkan syaithan kewalahan terhadap orang muslim yang berilmu, karena dengan ilmunya, ia tidak mudah terpedaya oleh tipu muslihat syaithan.
    Muadz bin Jabal ra. berkata: “Andaikata orang yang beakal itu mempunyai dosa pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya dia cenderung masih bisa selamat dari dosa tersebut namun sebaliknya, andaikata orang bodoh itu mempunyai kebaikan dan kebajikan pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya ia cenderung tidak bisa mempertahankannya sekalipun hanya seberat biji sawi.”
    Ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Ia menjawab, “Sesungguhnya jika orang berakal itu tergelincir, maka ia segera menyadarinya dengan cara bertaubat, dan menggunakan akal yang dianugerahkan kepadanya. Tetapi orang bodoh itu ibarat orang yang membangun dan langsung merobohkannya karena kebodohannya ia terlalu mudah melakukan apa yang bisa merusak amal shalihnya.”
    Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh karena itu, manusia butuh terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT. Kemuliaan manusia terletak pada akal yang dianugerahi Allah. Akal ini digunakan untuk mendidik dirinya sehingga memiliki ilmu untuk mengenal penciptanya dan beribadah kepada-Nya dengan benar. Itulah sebabnya Rasulullah SAW menggunakan metode pendidikan untuk memperbaiki manusia, karena dengan pendidikanlah manusia memiliki ilmu yang benar. Dengan demikian, ia terhindar dari ketergelinciran pada maksiat, kelemahan, kemiskinan dan terpecah belah.
    II. Pentingnya Pendidikan Islam
    Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak heran bila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.
    Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: tilawah (membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan ta’limul kitab wa sunnah (mengajarkan al kitab dan al hikmah). Pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik disebabkan pendidikan mempunyai kelebihan. Pendidikan mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal.
    Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah (pemahaman/pemikiran) dan amaliyah (aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam individu membutuhkan tahpan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada pemberdayaan di segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan kepada pengaktualan potensi dengan memasuki berbagai bidang kehidupan. (QS. Ali Imran (3) : 103)
    Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah saja. 
    Kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan. 
    Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh.  
    Interaksi di dalam diri ini memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq yang baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, berhubungan kepada keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi gaya hidup sehari-hari.
    III. Kesinambungan dalam Pendidikan Islam
    Pendidikan Islam dalam bahasa Arab disebut tarbiyah Islamiyah merupakan hak dan kewajiban dalam setiap insan yang ingin menyelamatkan dirinya di dunia dan akhirat. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai akhir hayat.” Maka menuntut ilmu untuk mendidik diri memahami Islam tidak ada istilah berhenti, semaki banyak ilmu yang kita peroleh maka kita bertanggung jawab untuk meneruskan kepada orang lain untuk mendapatkan kenikmatan berilmu, disinilah letak kesinambungan.
    Selain merupakan kewajiban, kegiatan dididik dan mendidik adalah suatu usaha agar dapat memiliki ma’dzirah (alasan) untuk berlepas diri bila kelak diminta pertanggungjawaban di sisi Allah SWT yakni telah dilakukan usaha optimal untuk memperbaiki diri dan mengajak orang lain pada kebenaran sesuai manhaj yang diajarkan Rasulullah SAW.
    Untuk menghasilkan Pendidikan Islam yang berkesinambungan maka dibutuhkan beberapa sarana, baik yang mendidik maupun yang dididik, yaitu:
    1. Istiqomah
    Setiap kita harus istiqomah terus belajar dan menggali ilmu Allah, tak ada kata tua dalam belajar, QS. Hud (11) : 112, QS. Al Kahfi (18) : 28
    2. Disiplin dalam tanggung jawab
    Dalam belajar tentu kita membutuhkan waktu untuk kegiatan tersebut. sekiranya salah satu dari kita tidak hadir, maka akan mengganggu proses belajar. Apabila kita sering bolos sekolah, apakah kita akan mendapatkan ilmu yang maksimal. Kita akan tertinggal dengan teman-teman kita, demikian pula dengan guru, apabila ia sering membolos tentu anak didiknya tidak akan maju karena pelajaran tidak bertambah.
    3. Menyuruh memainkan peran dalam pendidikan
    Setiap kita dituntut untuk memerankan diri sebagai seorang guru pada saat-saat tertentu, memerankan fungsi mengayomi, saat yang lainnya berperan sebagai teman. Demikiannya semua peran digunakan untuk memaksimalkan kegiatan pendidikan.

    BAGAIMANA MEMBUAT ANAK SENANG BELAJAR

    By: rnppsalatiga On: Rabu, November 14, 2012
  • Berbagi





  •       Sering saya mendengar keluhan orang tua yang prihatin karena anaknya tidak suka belajar dan lebih suka menonton televisi atau bermain game di komputer.  Para orang tua itu menyadari pentingnya pendidikan itu bagi masa depan anaknya dan mereka khawatir prestasi anak mereka di sekolah akan menjadi buruk kalau mereka tidak suka belajar.  Pengetahuan mereka bisa menjadi tidak luas dan tidak beragam sehingga akan menyulitkan mereka dalam memahami pelajaran di sekolah.

          Anak-anak yang mempunyai dasar pengetahuan yang luas dan latar belakang pengetahuan yang beragam akan menyenangi sekolah dan belajar.  Jika dibandingkan dengan anak-anak yang dasar dan latar belakang pengetahuannya kurang luas dan kurang beragam, mereka ini juga akan menganggap sekolah dan belajar itu lebih mudah dan lebih menarik.  Anda, sebagai orang tua, mempunyai hak dan tanggung jawab untuk memperkenalkan dunia ini kepada anak-anak Anda.  Dengan demikian Anda akan membantu mereka mengembangkan rasa senang belajar dan membangkitkan semangat belajar mereka.

         Bagaimana caranya?  Anda bisa memulainya dengan berbicara dengan anak Anda tentang hal-hal yang Anda lihat dalam kehidupan sehari-hari.  Berbicara dengan anak akan membantu Anda untuk memahami cara pandang anak Anda, nilai-nilai yang dimilikinya, impian-impiannya, serta apa yang diminatinya.  Demikian pula, melalui komunikasi itu, anak Anda akan memahami cara pandang Anda, nilai-nilai yang Anda pegang, impian-impian Anda, serta minat Anda.  Orang tua tidak saja perlu berbicara kepada anaknya, tetapi juga perlu mendengarkan apa yang dikatakan si anak.  Menjawab pertanyaan mereka, atau membantu mereka menemukan jawabannya, akan membantu anak Anda mengembangkan rasa dirinya berharga.

    Banyak orang tua yang menganggap kegiatan-kegiatan seperti berjalan-jalan ke kebun binatang, museum, serta menonton pertunjukan itu sebagai kompensasi atau pengganti waktu bersama keluarga yang hilang karena kesibukan mereka bekerja.  Tetapi, sebenarnya dalam kegiatan sehari-hari pun, seperti pergi ke toko, ke pasar, ke bank, atau mengerjakan sesuatu di rumah, terdapat banyak nilai-nilai pendidikan bagi anak.  Yang perlu dilakukan orang tua hanyalah meremcanak sedikit sebelumnya untuk membantu anak mereka mempelajari dunia ini.

    Cobalah beberapa kegiatan berikut ini dan nikmatilah bersama anak Anda:

    • Menonton berita dan film documenter di televisi.
    • Menyewa atau membeli buku-buku atau film yang bersifat pendidikan.
    • Mengunjungi museum, kebun binatang, taman safari, kebun raya, dan tempat-tempat bersejarah.
    • Mengikuti tur jalan-jalan ke hutan lindung yang dipandu oleh petugas kehutanan (yang professional, jangan yang amatiran).
    • Membaca bersama artikel di surat kabar dan majalah.
    • Pergi ke perpustakaan umum.
    • Membuat pengalaman belajar selama liburan.
    • Merencanakan pesta “bertema” yang memerlukan sedikit penelitian.  Misalnya, mengikuti karnaval dengan tema perjuangan dalam rangka peringatan hari kemerdekaan, bermain drama, dsb.
          Yang terpenting perlu diingat oleh para orang tua adalah bahwa mereka adalah guru paling penting dalam kehidupan anak.  Anak-anak itu terlahir dengan keinginan belajar yang kuat (ingat di tahun-tahun pertama, betapa bersemangatnya dia untuk belajar).  Tetapi orang tua perlu membantu mereka menyalurkan keinginan belajar yang besar itu.  Berbicara dengan anak-anak sebelum, selama, dan sesudah setiap kegiatan membantu mereka mempelajari langkah-langkah yang diperlukan dalam belajar.

          Percakapan ini juga akan meningkatkan komunikasi Anda dan, pada gilirannya, akan meningkatkan hubungan Anda dengan anak Anda.  Semakin sering Anda berbicara dengan anak Anda, akan semakin besar manfaat percakapan Anda itu, dan akan semakin baik Anda mengenal anak Anda.

    20 Okt 2012

    Kasih Sayang Rasullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam terhadap Hewan

    By: rnppsalatiga On: Sabtu, Oktober 20, 2012
  • Berbagi



  • http://ulamasunnah.files.wordpress.com/2011/05/animal-right-hak-asasi-hewa.jpg?w=500Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
    1. Dari Suhail bin Hanzhaliyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati unta yang kurus, lalu beliau bersabda,
    اِتَّقُوا اللهَ فِيْ هَذِهِ الْبَهَائِمِ الْمُعْجَمَةِ فَأَرْكَبُوْهَا صَالِحَةً ، وَكُلُوْهَا صَالِحَةً
    “Bertaqwalah kepada Allah dari unta ini, dan kendarailah dengan baik serta beri makan yang baik”. (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh Al-Arnauth).
    2. Dari ‘Abdullah dari bapaknya, beliau berkata, “Dahulu kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam safar, lalu beliau berpaling sebentar untuk suatu hajat, kami melihat Humarah (burung berwarna merah) bersama dua anaknya. Kami pun mengambil dua anak tersebut dan datanglah induknya dengan kebingungan (mengepak-epak sayapnya). Tatkala itu datang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bersabda,
    مَنْ فَجَعَ هَذِهِ بولدها ؟ رُدُّوا وَلَدَهَا إِلَيْهَا
    “Siapa yang menyakiti burung ini? Kembalikan anaknya ini pada burung ini”.
    Dan ketika beliau melihat sekumpulan semut yang kami bakar sarangnya, beliau bersabda,
    مَنْ أَحْرَقَ هَذِهِ؟
    “Siapa yang telah membakar ini?”
    Kami menjawab, “Kami (yang telah membakarnya)”. Beliau bersabda,
    لاَ يَنْبَغِي أَنْ يُعذب بِالنَّارِ إِلاَّ رَبُّ النَّارِ
    “Tidak sepantasnya mengadzab dengan api melainkan Rabbun Nar (yaitu Allah ta’ala)”. (HR. Ahmad dan selainnya dan dishahihkan oleh Al-Arnauth).
    3. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memiringkan bejana untuk seekor kucing sehingga kucing tersebut bisa minum air darinya. Kemudian beliau berwudhu dengan sisanya. (HR. Ath-Thabrani dengan sanad shahih.)
    4. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
    إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوْا الْقِتْلَةَ، وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَةِ ، وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ ، فََلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ
    “Sesungguhnya Allah telah menetapkan ihsan (kebaikan) atas segala sesuatu, maka jika kalian membunuh, maka perbaguslah dalam membunuhnya, dan jika menyembelih, maka perbaguslah sembelihannya, dan hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan menenangkan sesembelihannya”. (HR. Muslim).
    5. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seseorang yang menginjakkan kakinya di atas lambung seekor kambing sambil menajamkan pisaunya dan diperlihatkan di depan mata kambing itu. Beliau bersabda,
    أَتُرِيْدُ أَنْ تميتها مَوْتَتَيْنِ ؟ هَلا حَدَّدْتَ شفرتَكَ قَبْلَ أَنْ تضجعَهَا
    “Apakah kamu ingin membunuhnya dengan dua kematian? Tidakkah kamu tajamkan pisaumu sebelum kamu merebahkannya?” (HR. Al-Hakim dan beliau berkata hadits ini shahih atas syarat shahih Al-Bukhari dan Muslim, dan disepakati pula oleh Adz-Dzahabi)
    6. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
    عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلَا سَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ
    “Seorang wanita telah diazab karena mengurung seekor kucing sampai mati dan dia dimasukkan dalam neraka, karena dia tidak memberi makan dan minum ketika mengurungnya dan tidak pula dia melepaskannya sehingga bisa makan serangga”. (HR. Al Bukhari)
    (Diterjemahkan untuk blog http://ulamasunnah.wordpress.com dari Qutuf min Syamail Muhammadiyyah, karya Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu)
    Naskah Arab:
    رحمة الرسول صلى الله عليه وسلم بالحيوان :
    1-
    وعن سهيل بن الحنظلية قال : مرّ رسول الله صلى الله عليه وسلم ، ببعير قد لحق ظهره ببطنه ، فقال : (اتقوا الله في هذه البهائم المعجمة فأركبوها صالحة ، وكلوها صالحة) . “المعجمة : التي لا تنطق” .
    2-
    وعن عبدالله ، عن أبيه قال : كنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفر ، فانطلق لحاجته ، فرأينا (حُمرة) معها فرخان ، فأخذنا فرخيها ، فجاءت الحمرة ، فجعلت تُعرش ، فلما جاء رسول الله صلى الله عليه وسلم ، قال : من فجع هذه بولدها ؟ ردوا ولدها إليها ، ورأى قرية نمل قد أحرقناها ، فقـال : من أحرق هذه ؟ قلنا : نحن ، قال : لا ينبغي أن يُذب بالنار إلا رب النار.
    (
    الحمرة : طائر يشبه العصفور) ، ( تُعرش : ترفرف) .
    3
    - كان صلى الله عليه وسلم ، يُصغي للهرة الإناء ، فتشرب ثم يتوضأ ، بفضلها ، (يصغي ، يميل) .
    4-
    وقال صلى الله عليه وسلم : ( إن الله كتب الإحسان على كل شئ ، فإذا قتلتم فأحسنوا القتلة ، وإذا ذبحتم فأحسنوا الذبحة ، وليحد أحدكم شفرته ، وليرح ذبيحته) .
    5-
    وعن ابن عباس رضي الله عنهما قال : مرّ رسول الله صلى الله عليه وسلم على رجل واضع رجله على صفحة شاة وهو يحد شفرته ، وهي تلحظ إليه ببصرها ، فقال : أتريد أن تميتها موتتين ؟ هلا حددت شفرتك قبل أن تضجعها ؟ (تلحظ : تنظر) .
    6-
    وقال صلى الله عليه وسلم : ( عُذبت امرأة في هرة سجنتها حتى ماتت ، فدخلت فيها النار ، لا هي أطعمتها وسقتها إذ حبستها ، ولا هي تركتها تأكل خشاش الأرض) . ” خشاش الأرض : حشراتها.