Para nabi dan rasul yang
Allah Ta’ala utus ke muka bumi ini selalu memberi perhatian kepada
anak-anaknya. Kisah para nabi atau rasul beserta anak-anak mereka banyak
diabadikan di dalam Alqur’an. Kisah mereka memberi gambaran, betapa sangat
urgen memperhatikan keadaan anak, terlebih masalah pendidikan diniyah (agama).
Nabi Nuh ‘alaihissalam
tetap menasihati anaknya untuk tidak bergaul dengan kelompok masyarakat yang
kufur kepada Allah Ta’ala. Saat kondisi sedemikian kritis, Nabi Nuh
‘alaihissalam menyeru anaknya untuk tetap bersamanya menaiki perahu. Kala itu,
air bah yang begitu dahsyat akan menenggelamkan manusia-manusia yang kufur
kepada Al-Khaliqurrahman, Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَنَادَىٰ نُوحٌ ابْنَهُ
وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلَا تَكُن مَّعَ
الْكَافِرِينَ
“…Dan Nuh memanggil
anaknya, sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: Wahai anakku,
naiklah (ke kapal) bersama kami, dan janganlah kamu berada bersama orang-orang
kafir.” (QS. Hud:42)
Nabi Nuh ‘alaihissalam
menasihati anaknya untuk berlepas diri dari orang-orang kafir.
Nilai pendidikan yang
bisa dipetik dari kisah di atas, sungguh menanamkan semangat al-wala’ wal-bara’
terasa amat penting. Apalagi ditengah kehidupan manusia sekarang yang
mengangkat tinggi paham pluralisme sebagai paham yang dijejalkan ke dalam
kehidupan kaum muslimin. Melalui paham pluralisme, manusia dihasung untuk
membenarkan semua paham agama. Padahal agama yang benar dan diridhai disisi
Allah hanyalah Islam.
Bagaimana mungkin
seorang anak akan memiliki kepribadian seorang muslim yang benar, jika apa yang
dilihat dalam keseharian adalah perilaku kaum kafir. Bagaimana mungkin
kebiasaan-kebiasaan yang islamis akan tertanam pada diri anak, jika orang-orang
yang berada disekitarnya adalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan
Rasul-NYA.
Contoh yang sederhana,
perilaku makan dan minum dalam Islam telah diatur sedemikian rupa. Islam
mengajarkan etika terkait makan dan minum. Seperti, makan-minum hendaknya
dengan tangan kanan, membaca bismillah saat memulai makan-minum dan tata aturan
makan-minum lainnya. Apa yang akan terjadi pada diri anak manakala dalam
kehidupan sehari-hari yang dilihat dan didengar sang anak adalah kebiasaan-kebiasaan
yang tak mengajarkan itu semua? Apakah anak akan berperilaku islamis terkait
perilaku makan-minumnya?
Tentu, nilai-nilai
islamis itu tak akan bisa diserap sang anak. Bahkan, sang anak akan menyerap
nilai-nilai kekufuran manakala dirinya hidup bersama orang-orang kafir. Dia tak
mendapat lingkungan yang mendukung bagi tumbuh-kembang kepribadiannya kearah
yang diridhai-NYA.
Maka, menciptakan
lingkungan yang kondusif bagi pendidikan anak sangat dituntut. Sungguh, sangat
membahayakan berinteraksi dengan kaum kafir, manakala tidak memiliki benteng
yang kokoh. Karenanya, Islam mengatur sedemikian rupa muamalah dengan kaum
kafir. Wallahu ‘a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar