13 Feb 2014

Jus Kulit Buah Manggis Ampuh dalam Mengobati Darah Tinggi 1

By: rnppsalatiga On: Kamis, Februari 13, 2014
  • Berbagi


  • Written by  E. Haryadi

    Sejauh mana pengetahuan Anda mengenai penyakit tekanan darah tinggi? Hal ini penting ditanyakan karena darah tinggi yang diderita seseorang kalau tidak dikontrol secara teratur dan mendapatkan penanganan yang cermat dan tepat akan berakibat fatal.

    Tekanan darah tinggi berpotensi menimbulkan penyakit lainnya yang lebih berbahaya seperti kerusakan pembuluh darah, ginjal, otak, bahkan menyebabkan stroke dan serangan jantung (heart atack).
    Secara definitif, darah tinggi atau hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah seseorang berada diatas normal yang ditunjukkan oleh angka sistolik dan diastolik ketika pemeriksaan darah dilakukan.

    Tekanan darah normal seseorang ada di kisaran 120/80 mmHG. Jika angka sistolik dan diastolik berada di atas angka normal tersebut, maka hal tersebut menunjukkan bahwa Anda menderita darah tinggi.
    Dalam lingkup kedokteran, hipertensi atau darah tinggi ini memiliki 2 klasifikasi yakni hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Seseorang dikatakan menderita hipertensi primer ketika tekanan darah tinggi yang dideritanya disebabkan oleh faktor hidup yang kurang sehat dan faktor lingkungan.
    Keadaan dimana seseorang mengalami gaya hidup yang berantakan dan memakan makanan apapun tanpa memperhitungkan resikonya, akan berpotensi membuat orang tersebut menderita obesitas (kelebihan berat badan).

    Obesitas inilah yang biasanya menjadi pemicu terjadinya tekanan darah tinggi. Selain itu faktor lingkungan yang menyebabkan seseorang berada dalam kondisi stres tinggi yang disebabkan tuntutan kerja, tekanan keluarga dan lainnya, bisa juga menjadi pemicu timbulnya tekanan darah tinggi.
    Jenis hipertensi yang kedua, hipertensi sekunder, terjadi ketika seseorang menderita tekanan darah tinggi yang disebabkan oleh penyakit lainnya seperti gagal ginjal, gagal jantung, maupun kerusakan sistem hormon pada tubuh.

    Disadur dari Deherba.com

    3 Feb 2014

    Sejarah Lahirnya Organisasi Republik Maluku Selatan (RMS)

    By: rnppsalatiga On: Senin, Februari 03, 2014
  • Berbagi
  • RMS lahir atas adanya krisis politik di Ambon. Bermula ketika Urbanus Pupella, pimpinan PIM mengeluarkan pernyataan tidak ingin masuk dalam federasi, tetapi mau bergabung dengan Republik Indonesia. Adanya hal tersebut Mr. Christiaan Soumokil, Jaksa Agung RIS yang anti-RI melakukan provokasi kepada pasukan-pasukan khusus baret merah dan hijau asal Ambon ini. Kegiatan provokasi yang dilakukan oleh Soumokil karena dibiarkan oleh Kolonel Schotborgh, Komandan tentara Belanda di Makassar. Schotborgh juga menjadi penyebab terjadinya kerusuhan di Makassar karena membiarkan Soumokil menghasut Kapten Andi Azis melakukan aksi pemberontakan di Makassar.

    Ambon menjadi tegang dengan kembalinya pasukan-pasukan khusus asal Ambon yang sebagian besar terkena disersi, giat melakukan konfrontasi dengan barisan PIM dari Pupella yang saling berlawanan. Konflik di Ambon pun tidak terhindar ketika pada 19 Februari 1950 terjadi perkelahian antara anggota-anggota PIM yang pro-Republik dengan anti-Republik yang di dukung oleh pasukan-pasukan khusus ini.

    Pada 12 Maret 1950, kepala desa Asilusu, Ibrahim Tangko, anggota PIM, di datangi 10 orang anggota polisi yang langsung mengeroyok dan menyiksanya. Begitu pula pada 17 Maret, di desa yang sama, Awat Betawi, juga anggota PIM didatangi anggota-anggota polisi yang menyiksanya hingga pingsan. Yang tak kalah tragisnya adalah pada hari yang sama di desa Wakasihu, pimpinan PIM setempat, Ohorella, dan ibunya juga harus mengalami siksaan tidak manusiawi. (Teu Lususina, Ambon ).

    RMS tidak di dukung oleh masyarakat:
    Pembentukan RMS sama sekali bukan aspirasi dari masyarakat Maluku Selatan. Sementara dibawah prakarsa PIM, pada umumnya para pimpinan politik, kepala- kepala desa, pemuka-pemuka agama baik Kristen maupun Islam, sepakat untuk menempatkan Maluku Selatan sebagai bagian dari RIS yang di bentuk pada 27 Desember 1949 setelah penyerahan kedaulatan pada hari yang sama.

    Cetusan proklamasi RMS kurang mendapat sambutan, terutama di kalangan pelajar- pelajar dan kalangan ilmuan Ambon di luar Ambon, terutama di Jawa dan Sumatra karena memahami pandangan-pandangan nasionalisme.

    Pendukung RMS umumnya terdapat dikalangan militer KNIL asal Ambon . Hal ini menunjukkan bahwa yang melakukan cara-cara ILEGAL dan KRIMINAL INTERNASIONAL adalah pihak RMS yang jelas-jelas pembentukan negara tersebut tidak didukung mayoritas masyarakat Maluku.

    Pihak RMS telah menipu generasi muda Maluku dengan melakukan pemutar balikan fakta yang ada.

    Sumber:
    1. Kumpulansejarah.com
    2. Kumpulan Sejarah Islam (Histories of Islam) .

    Sejarah Provinsi Sumatera Utara

    By: rnppsalatiga On: Senin, Februari 03, 2014
  • Berbagi
  • Pada jaman pemerintahan Belanda, Sumatera Utara merupakan suatu pemerintahan yang bernama Gouvernement Van Sumatera yang meliputi seluruh Sumatera yang di kepalai oleh seorang Gubernur berkedudukan di Medan.

    Sumatera Utara terdiri dari daerah-daerah administratif yang dinamakan keresidenan. Pada Sidang I Komite Nasional Daerah (KND) Provinsi Sumatera diputuskan untuk dibagi menjadi 3 sub Provinsi yaitu sub Provinsi Sumatera Utara (yang terdiri dari Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur dan Keresidenan Tapanuli), sub Provinsi Sumatera Tengah dan sub Provinsi Sumatera Selatan.

    Melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 tanggal 15 April 1948 pemerintah menetapkan Sumatera menjadi 3 Provinsi yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri yaitu Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan dan pada tanggal 15 selanjutnya ditetapkan menjadi hari jadi Provinsi Sumatera Utara.

    Awal tahun 1949 diadakan reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Dengan keputusan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Mei 1949 Nomor 22/Pem/PDRI jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan, selanjutnya dengan ketetapan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Desember 1949 dibentuk Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur yang kemudian dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950, ketetapan ini dicabut dan kembali dibentuk Provinsi Sumatera Utara.

    Tanggal 7 Desember 1956 diundangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan perubahan peraturan pembentukan Provinsi Sumatera Utara yang intinya Provinsi Sumatera Utara wilayahnya dikurangi dengan bagian-bagian yang terbentuk sebagai Daerah Otonomi Provinsi Aceh.

    Nilai Budaya:
    Susunan masyarakat Sumatera Utara adalah berdasarkan geneologis teritorial seperti Batak Toba, Mandailing dan Nias. Sedangkan suku Melayu berdasarkan teritorial.

    Bila ditinjau dari garis keturunan maka suku Batak dan Nias adalah patrilinial, sedang suku Melayu adalah parental (keturunan kedua belah pihak bapak dan ibu).

    Pada masyarakat suku Batak, Nias maupun Melayu ada upacara adat siklus kehidupan dari lahir, masa dewasa sampai kematian, seperti upacara turun mandi, pemberian nama, potong rambut, mengasah gigi, perkawinan dan upacara pemakaman jenazah.

    Di masyarakat Batak dikenal upacara memberi makan oleh anak kepada orang yang lanjut usia (sulang-sulang). Terdapat juga upacara penggalian/pemindahan tulang belulang kesuatu tempat atau tugu yang disebut (mangongkal holi).

    Setiap upacara-upacara adat masyarakat Batak selalu disertai dengan pemberian Ulos dan tarian (Manortor).

    Falsafah masyarakat Batak:
    Dalihan Natolu sebagai hukum adat Batak yang mempunyai arti tumpuan yang tiga yang dimaknai sebagai kebersamaan yang cukup adil dalam kehidupan masyarakat Batak.

    Dalihan Natolu meliputi :
    - Dongan Sabutuha (saudara semarga).
    - Hula-hula (ipar, baik adik atau kakak laki-laki dari istri).
    - Boru (keluarga dari pihak laki-laki).

    Suku bangsa:
    Batak (41,95%), Jawa (32.62%) Nias (6.36%), Melayu (4,92%), Tionghoa (3,07%), Minangkabau (2,66%), Banjar (0.97%), Lain-lain (7,45%)

    Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias, dan Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini. Daerah pesisir timur Sumatera Utara, pada umumnya dihuni oleh orang-orang Melayu. Pantai barat dari Barus hingga Natal, banyak bermukim orang Minangkabau. Wilayah tengah sekitar Danau Toba, banyak dihuni oleh Suku Batak yang sebagian besarnya beragama Kristen. Suku Nias berada di kepulauan sebelah barat. Sejak dibukanya perkebunan tembakau di Sumatera Timur, pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak mendatangkan kuli kontrak yang dipekerjakan di perkebunan. Pendatang tersebut kebanyakan berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa. Pusat penyebaran suku-suku di Sumatera Utara, sebagai berikut :
    1. Suku Melayu : Pesisir Timur, terutama di kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, dan Langkat
    2. Suku Batak Karo : Kabupaten Karo
    3. Suku Batak Toba : Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Toba Samosir
    4. Suku Batak Mandailing : Kabupaten Mandailing Natal
    5. Suku Batak Angkola : Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Padang Lawas
    6. Suku Batak Simalungun : Kabupaten Simalungun
    7. Suku Batak Pakpak : Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat
    8. Suku Nias : Pulau Nias
    9. Suku Minangkabau : Kota Medan, Kabupaten Batubara, Pesisir barat
    10. Suku Aceh : Kota Medan
    11. Suku Jawa : Pesisir timur
    12. Suku Tionghoa : Perkotaan pesisir timur & barat.
    13.
    Bahasa:
    Pada dasarnya, bahasa yang dipergunakan secara luas adalah Bahasa Indonesia. Suku Melayu Deli mayoritas menuturkan Bahasa Indonesia karena kedekatannya dengan Bahasa Melayu yang menjadi bahasa ibu masyarakat Deli. Pesisir timur seperi wilayah Serdang Bedagai, Pangkalan Dodek, Batubara, Asahan, dan Tanjung Balai, memakai Bahasa Melayu dialek "o" begitu juga di Labuhan Batu dengan sedikit perbedaan ragam. Di Kabupaten Langkat masih menggunakan bahasa Melayu dialek "e" yang sering juga disebut bahasa Maya-maya. Mayarakat Jawa di daerah perkebunan, menuturkan Bahasa Jawa sebagai pengantar sehari-hari.
    Di kawasan perkotaan, orang Tionghoa lazim menuturkan Bahasa Hokkian selain bahasa Indonesia. Di pegunungan, masyarakat Batak menuturkan Bahasa Batak yang terbagi atas empat logat (Silindung-Samosir-Humbang-Toba). Bahasa Nias dituturkan di Kepulauan Nias oleh suku Nias. Sedangkan orang-orang di pesisir barat, seperti Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan Mandailing Natal menggunakan Bahasa Minangkabau.

    Agama:
    Islam (66,09%),Kristen (Protestan/Katolik) (31%),Buddha (2,34%),Hindu (0,11%), dan sisanya lain-lain.

    Agama utama di Sumatera Utara adalah:
    • Islam: terutama dipeluk oleh suku Melayu, Pesisir, Minangkabau,Jawa, Aceh, suku Batak Mandailing, sebagian Batak Karo, Simalungun dan Pakpak
    • Kristen (Protestan dan Katolik): terutama dipeluk oleh suku Batak Karo, Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing dan Nias
    • Hindu: terutama dipeluk oleh suku Tamil di perkotaan
    • Buddha: terutama dipeluk oleh suku Peranakan di perkotaan
    • Konghucu : terutama dipeluk oleh suku Peranakan di perkotaan
    • Parmalim: dipeluk oleh sebagian suku Batak yang berpusat di Huta Tinggi
    • Animisme: masih ada dipeluk oleh suku Batak, yaitu Pelebegu Parhabonaron dan kepercayaan sejenisnya

    Sumber:kemendagri.go.id dan Wikipedia Indonesia dan KSI-Islam: Kumpulan Sejarah Islam (Histories of Islam) .