30 Sep 2012
Arti Kesetiaan
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 30, 2012
Kisah nyata yang bagus sekali untuk contoh kita semua yang saya dapat dari millis sebelah (kisah ini pernah ditayangkan di MetroTV). Semoga kita dapat mengambil pelajaran.
Ini cerita nyata, beliau adalah Bp. Eko Pratomo Suyatno, Direktur Fortis Asset Management yg sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment, beliau juga sangat sukses dlm memajukan industri Reksadana di Indonesia. Apa yg diutarakan beliau adalah sangat benar sekali. Silakan baca dan dihayati.
————————————————————————————————–
Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yg sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak.
Disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak keempat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga, seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari pak suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja, dia letakkan istrinya didepan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.
Untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas waktu maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa2 saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.
Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka, sekarang anak2 mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari, ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah, sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.
Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yg sulung berkata “Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu, tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak, bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu”.
Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-kata: “sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak. Kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”.
Pak Suyatno menjawab hal yg sama sekali tidak diduga anak-anaknya: “Anak-anakku… Jikalau perkawinan & hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah.. tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian. Sejenak kerongkongannya tersekat, kalian yg selalu kurindukan hadir didunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat dihargai dengan apapun.”
“Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain? Bagaimana dengan ibumu yg masih sakit.”
Sejenak meledaklah tangis anak-anak pak suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh dipelupuk mata ibu Suyatno. Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno, kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa.
Disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yang hadir di studio, kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru. Disitulah Pak Suyatno bercerita..” Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) itu adalah kesia-siaan”.
“Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yg lucu-lucu. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama. Dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit…”
Hidup adalah Perjuangan tanpa henti-henti, tidak usah kau tangisi hari kemarin.
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 30, 2012
Al Bukhari rahimahullah bercerita:
"Sewaktu masih kecil, aku pergi ke majlis para fuqoha, apabila aku datang, aku merasa malu untuk mengucapkan salam kepada mereka. Seorang muaddib berkata kepadaku:
"Berapa hadits yang telah kamu catat di hari ini ?"
Aku menjawab,"Dua."
Ternyata orang-orang yang berada di majlis mentertawakanku.
Salah seorang Syaikh berkata, "Jangan kalian tertawa, barangkali suatu ketika nanti, dia yang akan mentertawakan kalian." (Siyar A'laam An Nubala 12/401)
Ternyata benar.. Imam Bukhari menjadi besar.. Semua ulama memujinya..
Maka.. Janganlah suka mentertawakan mereka yang baru belajar.. Barangkali suatu ketika nanti.. Ia menjadi ulama besar. (Ust. Abu Yahya Badrusalam)
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 30, 2012
Berbekallah ketakwaan karena sesungguhnya engkau tidak tahu…
Jika malam telah tiba apakah engkau masih bisa hidup hingga pagi hari…
Betapa banyak orang yang sehat kemudian meninggal tanpa didahului sakit…
Jika ia membangun rumahnya (tatkala masih hidup) dengan amalan kebaikan maka rumah yang akan ditempatinya setelah matipun akan baik pula.
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 30, 2012
Berbahagialah seorang hamba yang menerangi kuburnya sebelum dia memasukinya,,
Membuat ridha Rabb-nya sebelum dia menjumpai-Nya,,
Menunaikan shalat sebelum dia dishalatkan...
Ya Allah, jadikanlah kami sebagai hamba-hamba-Mu yang bertauhid dan bertaubat..
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 30, 2012
Telah membuatku kagum hijab mereka di sebuah negeri Budha yang tersebar padanya keburukan... Sementara dia merasakan kebanggaannya, dan keyakinan memenuhi seluruh hatinya..
Dr. Muhammad bin Abdurrahman al Arifi
@MohamadAlarefe
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 30, 2012
“Tidaklah ada senjata yang sangat ampuh bagi syaitan untuk manusia melainkan perasaan takut miskin, jika takut miskin ini sudah bercokol di hati, dia akan terhalang dari kebenaran, dia akan berbicara dengan hawa nafsu dan dia akan berburuk sangka kepada Allah.” [Sofyan Ats Tsauri]
@ibrahim_alfares - Dr Ibrahim al Faaris Dosen jurusan Tarbiyah di Universitas Malik Su’ud KSA, spesialis bidang madzhab kontemporer.
#Ucapkanlah "Saya Tidak Tahu", Jika Kita Tidak Tahu Akan Suatu Urusan Jangan Sok Tahu#
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 30, 2012
Imam asy-Sya'bi Rahimahullah pernah ditanya tentang satu masalah, beliau menjawab: "Saya tidak tahu". Maka si penanya heran dan berkata: "Apakah engkau tidak malu mengatakan 'tidak tahu', padahal engkau adalah ahlul fiqh negeri Iraq?" Beliau menjawab: "Tidak, karena para malaikat sekalipun tidak malu mengatakan
'tidak tahu' ketika Allah tanya:
أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاَءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ. (البقرة: 31)
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar!". (al-Baqarah: 31)
Maka para malaikat menjawab:
قَالُوا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ. (البقرة: 32)
Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak ada ilmu bagi kami selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (al-Baqarah: 32)
(Lihat ucapan asy-Sya'bi dalam Jami' Bayanil 'Ilmi wa Fadllihi (2/51) melalui Hilyatul 'Alimi al-Mu'alim karya Salim bin 'Ied al-Hilali).
29 Sep 2012
By:
rnppsalatiga
On: Sabtu, September 29, 2012
“Tujuh golongan yg akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya di hari tdk ada naungan kecuali naungan-Nya.
Pemimpin yg adil,
Pemuda yg sentiasa beribadat kepada Allah semasa hidupnya,
Orang yg hatinya sentiasa berpaut pada masjid-masjid
Dua orang yg saling mengasihi karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah,
Seorang lelaki yg diundang oleh seorang perempuan yang mempunyai kedudukan dan rupa paras yg cantik utk melakukan kejahatan tetapi dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’,
Seorang yg memberi sedekah tetapi dia merahasiakannya seolah-olah tangan kanan tidak tahu apa yg diberikan oleh tangan kirinya dan
Seseorang yg mengingati Allah di waktu sunyi sehingga mengalirlah air mata dr kedua matanya” (HR. Bukhari & Muslim)
By:
rnppsalatiga
On: Sabtu, September 29, 2012
Rabi’ah bin Ka’ab
Rabi’ah bin Ka’ab bercerita tentang riwayat hidupnya dalam Islam. Katanya, “Dalam usia muda jiwaku sudah cemerlang dengan cahaya iman. Hati kecilku sudah penuh berisi pengertian dan pemahaman tentang Islam. Pertama kali aku berjumpa dengan Rasulullah SAW, aku langsung jatuh cinta kepada beliau dengan seluruh jiwa ragaku. Aku sangat tertarik kepadanya, sehingga aku berpaling kepada beliau seorang dari yang lain.
Pada suatu hari hati kecilku berkata, “Hai Rabi’ah! Mengapa engkau tidak berusaha untuk berkhidmat menjadi pelayan kepada Rasulullah SAW? Cobalah usahakan. Jika beliau menyukaimu engkau pasti akan bahagia berada di samping beliau dalam mencintainya dan akan beroleh keuntungan di dunia dan akhirat.”
Berkat desakan hati, aku segera mendatangi Rasulullah SAW dengan penuh harapan semoga beliau menerimaku untuk berkhidmat kepadanya. Ternyata harapanku tidak sia-sia. Beliau menyukai dan menerimaku menjadi pelayannya. Sejak hari itu aku senantiasa di samping beliau, selalu berada di bawah bayang-bayangnya. Aku ikut kemana beliau pergi dan selalu siap dalam lingkungan tempat beliau berada. Bila beliau mengedipkan mata ke arahku, aku segera berada di hadapannya. Bila beliau membutuhkan sesuatu, aku sudah siap sedia melayaninya.
Aku melayani beliau sepanjang hari sampai habis waktu Isya’ yang terakhir. Ketika beliau pulang ke rumahnya hendak tidur, barulah aku berpisah dengannya. Tetapi, hatiku selalu berkata, “Hendak ke mana engkau hai Rabi’ah? Mungkin Rasulullah membutuhkanmu tengah malam.” Karena itu aku duduk di muka pintu beliau dan tidak pergi jauh dari bendul rumahnya.
Tengah malam beliau bangun untuk shalat. Sering kali aku mendengar beliau membaca surat Al-Fatihah. Beliau senantiasa membacanya berulang-ulang sejak dari pertengahan malam ke atas. Setelah mataku mengantuk benar, barulah aku pergi tidur. Sering pula aku mendengar beliau membaca, “Sami’allaahu liman hamidah.” Kadang-kadang beliau membacanya ulang dengan tempo yang lebih lama daripada jarak ulangan membaca Al-Fatihah.
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah SAW, jika seorang berbuat baik kepadanya, beliau lebih suka membalasnya dengan yang paling baik. Begitulah, beliau membalas pula pelayananku kepadanya dengan yang paling baik. Pada suatu hari beliau memanggilku seraya berkata, “Hai Rabi’ah bin Ka’ab!”
“Saya, ya Rasulullah!” jawabku sambil bersiap-siap menerima perintah beliau.
“Katakanlah permintaanmu kepadaku, nanti kupenuhi,” kata beliau.
Aku diam seketika sambil berpikir. Sesudah itu aku berkata, “Ya Rasulallah, berilah aku sedikit waktu untuk memikirkan apa sebaiknya yang akan kuminta. Setelah itu akan kuberitahukan kepada Anda.”
“Baiklah kalau begitu,” jawab Rasulullah.
Aku seorang pemuda miskin, tidak berkeluarga, tidak punya harta dan tidak punya rumah tinggal di shuffatul masjid (emper masjid), bersama-sama dengan kawan senasib, yaitu orang-orang fakir kaum muslimin. Masyarakat menyebut kami “dhuyuful Islam” (tamu-tamu) Islam. Bila seorang muslim memberi sedekah kepada Rasulullah, sedekah itu diberikan beliau kepada kami seluruhnya. Bila ada yang memberikan hadiah kepada beliau, diambilnya sedikit dan lebihnya diberikan beliau kepada kami.
Nafsuku mendorong supaya aku meminta kekayaan dunia kepada beliau, agar aku terbebas dari kefakiran seperti orang-orang lain yang menjadi kaya, punya harta, istri, dan anak. Tetapi, hati kecilku berkata, “Celaka engkau, hai Rabi’ah bin Ka’ab! Dunia akan hilang lenyap dan rezkimu di dunia sudah dijamin Allah, pasti ada. Padahal, Rasulullah SAW yang berada dekat Rabnya, permintaannya tak pernah ditolak. Mintalah supaya beliau mendoakan kepada Allah kebajikan akhirat untukmu.”
Hatiku mantap dan merasa lega dengan permintaan seperti itu. Kemudian aku datang kepada Rasulullah, lalu beliau bertanya, “Apa permintaanmu, wahai Rabi’ah?”
Jawabku, “Ya Rasulullah! aku memohon semoga Anda sudi mendoakan kepada Allah Taala agar aku teman Anda di surga.”
Agak lama juga Rasulullah SAW terdiam. Sesudah itu barulah beliau berkata, “Apakah tidak ada lagi permintaamu yang lain?”
Jawabku, “Tidak, ya Rasulullah! rasanya tidak ada lagi permintaan yang melebihi permintaan tersebut bagiku.”
“Kalau begitu bantulah saya dengan dirimu sendiri. Banyak-banyaklah kamu sujud,” kata Rasulullah. Sejak itu aku bersungguh-sungguh beribadah, agar mendapatkan keuntungan menemani Rasulullah di surga, sebagaimana keuntunganku melayani beliau di dunia.
Tidak berapa lama kemudian Rasulullah SAW memanggilku, katanya, “Apakah engkau tidak hendak menikah, hai Rabi’ah?”
Jawabku, “Aku tidak ingin ada sesuatau yang menggangguku dalam berkhidmat kepada Anda, ya Rasulullah. Di samping itu, aku tidak mempunyai apa-apa untuk mahar kawin, dan untuk kelangsungan hidup atau tegaknya rumah tangga.
Rasulullah diam saja mendengar jawabanku. Tidak lama kemudian beliau memanggilku kali yang kedua. Kata beliau, “Apakah engkau tidak hendak menikah, ya Rabi’ah?”
Aku menjawab seperti jawaban yang pertama. Tetapi setelah aku duduk sendiri, aku menyesal. Aku berkata kepada diri sendiri, “Celaka engkau hai Rabi’ah! Mengapa engkau menjawab begitu? Bukankah Rasulullah lebih tahu apa yang baik bagimu mengenai agama maupun dunia, dan beliau lebih tahu daripada kamu tentang dirimu sendiri? Demi Allah jika Rasulullah memanggilku lagi dan bertanya masalah kawin, akan kujawab, ya.”
Memang tidak berapa lama kemudian Rasululah SAW menanyakan kembali, “Apakah engkau tidak hendak menikah, hai Rabi’ah?”
Jawabku, “Tentu, ya Rasulullah! Tetapi, siapakah yang mau kawin denganku, keadaanku seperti yang Anda maklumi.”
Kata Rasululah SAW, “Temuilah keluarga Fulan. Katakan kepada mereka Rasulullah menyuruh kalian supaya menikahkan anak perempuan kalian, si Fulanah dengan engkau.”
Dengan malu-malu aku datang ke rumah mereka. Lalu kukatakan, “Rasulullah mengutusku ke sini, kalian mengawinkan denganku anak perempuan kalian si Fulanah.”
Jawabku, “Ya, si Fulanah?”
Kata mereka, “Marahaban, bi Rasulilah, wa marhaban bi rasuli Rasulillah!” (Selamat datang ya Rasulullah dan dan selamat datang utusan Rasulullah. Demi Allah! Utusan Rasulullah tidak boleh pulang, kecuali setelah hajatnya terpenuhi!”
Lalu, mereka nikahkan aku dengan anak gadisnya. Sesudah itu aku datang menemui Rasulullah SAW. Kataku, “Ya Rasulullah! aku telah kembali dari rumah keluarga yang baik. Mereka mempercayaiku, menghormatiku, dan menikahkan anak gadisnya denganku. Tetapi, bagaimana aku harus membayar mahar mas kawinnya?”
Rasulullah memanggil Buraidah ibnu al-Kasib, seorang sayyid di antara beberapa sayyid dalam kaumku, Bani Aslam. Kata beliau, “Hai, Buraidah! kumpulkan emas seberat biji kurma, untuk Rabi’ah bin Ka’ab!”
Mereka segera melaksanakan perintah Rasulullah SAW tersebut. Emas sudah terkumpul untukku. Kata Rasulullah kepadaku, “Berikan emas ini kepada mereka. Katakan, “Ini mahar kawin anak perempuan kalian.”
Aku pergi mendapatkan mereka, lalu kuberikan emas itu sebagaimana dikatakan Rasulullah. Mereka sangat senang dan berkata, “Bagus, banyak sekali!”
Aku kembali menemui Rasulullah SAW. Kataku, “Belum pernah kutemui suatu kaum yang sebaik itu. Mereka senang sekali menerima emas yang aku berikan. Walaupun sedikit, mereka mengatakan, “Bagus, banyak sekali!” Sekarang, bagaimana pula caranya aku mengadakan kenduri, sebagai pesta perkawinanku? Dari mana aku akan mendapatkan biaya, ya Rasulullah?”
Rasulullah berkata kepada Buraidah, “Kumpulkan uang seharga seekor kibasy, beli kibasy yang besar dan gemuk!”
Kemudian Rasulullah berkata kepadaku, “Temui Aisyah Minta kepadanya gandum seberapa ada padanya.”
Aku datang menemui ”Aisyah Ummul Mukminin. Kataku, “Ya, Ummul Mukminin! Rasulullah menyuruhku minta gandum seberapa yang ada pada ibu.”
”Aisyah menggantangi gandum yang tersedia itu di rumahnya. Katanya, “Inilah yang ada pada kami, hanya ada tujuh gantang. Demi Allah! tidak ada lagi selain ini, bawalah!”
Aku pergi ke rumah istriku membawa kibasy dan gandum. Kata mereka, “Biarlah kami yang memasak gandum. Tetapi kibasy, sebaiknya Anda serahkan kepada kawan-kawan Anda memasaknya.”
Aku dan beberapa orang suku Aslam mengambil kibasy tersebut, lalu kami sembelih dan kuliti, sesudah itu kami masak bersama-sama. Kini sudah tersedia roti dan daging untuk kenduri perkawinanku, beliau datang memenuhi undanganku. Alhamdulillah.
Kemudian, Rasulullah menghadiahkan sebidang kebun kepadaku, berbatasan dengan kebun Abu Bakar Shidiq. Dunia kini memasuki kehidupanku. Sehingga, aku sempat berselisih dengan sahabat senior Abu Bakar Shidiq, mengenai sebatang pohon kurma. Kataku kurma itu berada dalam kebunku, jadi milikku. Kata Abu bakar, tidak, kurma itu berada dalam kebunnya dan menjadi miliknya. Aku tetap ngotot dan membantahnya, sehingga dia mengucapkan kata-kata yang tak pantas didengar. Setelah dia sadar atas keterlanjurannya mengucapkan kata-kata tersebut, dia menyesal dan berkata kepadaku, “Hai Rabi’ah! Ucapkan pula kata-kata seperti yang saya lontarkan kepadamu, sebagai hukuman (qishash) bagiku!”
Jawabku, “Tidak! Aku tidak akan mengucapkannya!” Kata Abu Bakar, “Saya adukan kamu kepada Rasulullah, kalau engkau tidak mau mengucapkannya!” Lalu dia pergi menemui Rasulullah SAW. Aku mengikutinya dari belakang.
Kaumku Bani Aslam mencela sikapku. Kata mereka, “Bukankah dia yang memakimu terlebih dahulu? Kemudian dia pula yang mengadukanmu kepada Rasulullah?”
Jawabku kepada mereka, “Celaka kalian! Tidak tahukah kalian siapa dia? Itulah “Ash-Shidiq”, sahabat terdekat Rasulullah dan orang tua kaum muslimin. Pergilah kalian segera sebelum dia melihat kalian ramai-ramai di sini. Aku khawatir kalau-kalau dia menyangka kalian hendak membantuku dalam masalah ini sehingga dia menjadi marah. Lalu dalam kemarahannya dia datang mengadu kepada Rasulullah. Rasulullah pun akan marah karena kemarahan Abu Bakar. Karena kemarahan beliau berdua, Allah akan marah pula, akhirnya si Rabi’ah yang celaka?”
Mendengar kata-kataku mereka pergi. Abu Bakar bertemu dengan Rasululah SAW, lalu diceritakannya kepada beliau apa yang terjadi antarku dengannya, sesuai dengan fakta. Rasulullah mengangkat kepala seraya berkata padaku, “Apa yang terjadi antaramu dengan Shiddiq?”
Jawabku, “Ya Rasulullah! Beliau menghendakiku mengucapkan kata-kata makian kepadanya, seperti yang diucapkannya kepadaku. Tetapi, aku tidak mau mengatakannya.”
Kata Rasulullah, “Bagus!” Jangan ucapkan kata-kata itu. Tetapi, katakanlah, “Ghaffarallaahu li abi bakar.” (Semoga Allah mengampuni Abu Bakar).
Abu bakar pergi dengan air mata berlinang, sambil berucap, “Jazaakallaahu khairan, ya Rabi’ah bin Ka’ab.” (Semoga Allah membalas engkau dengan kebajikan, hai Rabi’ah bin Ka’ab). (Kepahlawanan Generasi Sahabat Rasulullah – Dr. Abdur Rahman Ra’fat Basya)
Kisah Orang Yang Mengejek Sunnah Nabi
By:
rnppsalatiga
On: Sabtu, September 29, 2012
Kadang tanpa sengaja kita mencandai orang yang becelana cingkrang, berjilbab lebar, atau memakai cadar. Atau mungkin kita mencela orang yang melakukan aktivitas yang padahal merupakan sunnah, tetapi karena sedikit pemahaman kita tentang agama lalu kita mencelanya. Astaghfirullah.
Ada sebuah kisah yang bisa menjadi renungan, dan membuat kita lebih berhati-hati terhadap hal ini.
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Wushobiy hafidzahullah berkata:
“Telah disebutkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah didalam Al-Bidayah wan Nihayah tentang kejadian-kejadian pada tahun 665, beliau rahimahullah berkata Asy-Syaikh Qathbuddin Al-Yunani berkata: “Telah sampai kepada kami bahwasanya seorang laki-laki yang dipanggil dengan Abu Salamah dari daerah Bushra, dia suka bercanda dan berbicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Disebutkan disisinya tentang siwak dan keutamaannya, maka dia berkata: “Demi Allah, aku tidak akan bersiwak kecuali di dubur, kemudian dia mengambil sebatang siwak dan memasukkannya keduburnya kemudian dikeluarkan kembali.”
Berkata Qathbuddin Al-Yunani:
“Setelah melakukan perbuatan tersebut, ia tinggal selama sembilan bulan dalam keadaan mengeluh sakit perut dan dubur. Berkata Qathbuddin Al-Yunani: “Lalu ia melahirkan anak seperti tikus yang pendek dan besar, memiliki empat kaki, kepalanya seperti kepala ikan, memiliki empat taring yang menonjol, panjang ekornya satu jengkal empat jari dan duburnya seperti dubur kelinci. Ketika lelaki itu melahirkannya, hewan tersebut menjerit tiga kali, maka bangkitlah putrinya laki-laki tadi dan memecahkan kepalanya sehingga matilah hewan tersebut. Laki-laki itu hidup setelah melahirkan selama dua hari, dan meninggal pada hari yang ketiga. Dan ia sebelum meninggal berkata “Hewan itu telah membunuhku dan merobek-robek ususku.” Sungguh kejadian tersebut telah disaksikan oleh sekelompok penduduk daerah tersebut dan para khotib tempat tersebut. diantara mereka ada yang menyaksikan hewan itu ketika masih hidup dan ada pula yang menyaksikan ketika hewan itu sudah mati.” (Al-Qaulul Mufid, hal. 106-107).
Semoga dengan kisah tersebut menjadikan kita sebagai orang-orang yang mudah dan menerima As-Sunnah dan menjauhkan kita dari sifat meremehkan dan menentang As-Sunnah.
Sungguh Allah telah memberikan peringatan bagi kita:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (63)
“…..maka hendaklah orang-orang yang menyelisihi ajaran Rasul takut ditimpa fitnah atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nuur: 63).
Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, Rasul-Nya kalian memperolok-olok? Jangan kalian cari udzur, kalian telah kafir setelah iman kalian” (At Taubah: 65-66)
Hal ini ditegaskan oleh Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, katanya: “Barangsiapa yang mengolok-olok sesuatu dari kitab Allah atau Sunnah Rasul-Nya yang shahih atau melecehkannya atau merendahkannya, maka dia telah kafir terhadap Allah Yang Maha Besar.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal. 343)
Wallohu a’lam
Imam Hambali dan Wanita Pemintal Benang
By:
rnppsalatiga
On: Sabtu, September 29, 2012
Dengan gundah, seorang wanita menghadap kepada Imam Hambali, minta fatwa dari beliau. “Wahai Imam Hambali, dengarkanlah kisahku ini. Semoga dirimu dan diriku mendapat keampunan Allah,”
Kemudian dia terdiam. “Sesungguhnya saya ini perempuan yang miskin. Saya tidak mempunyai apa-apa kecuali tiga orang anak yang masih kecil. Hidup saya sungguh melarat, hingga kami tidak mempunyai lampu untuk menerangi rumah,” sambungnya.
“Untuk membiayai hidup kami anak beranak, saya bekerja sebagai pemintal benang. Saya akan memintal pada waktu malam dan akan menjualnya pada siang hari,”sambungnya lagi.
“Di manakah suamimu, Bu?” tanya Imam Hanbali. “Ia ada di antara mereka yang menentang Khalifah Al-Mu’tasim yang zalim itu. Dia gugur syahid dalam satu pertempuran dengan pasukan tentera yang hendak menangkap mereka. Sejak itu, hidup kami melarat,” jawab wanita itu.
“Teruskan ceritamu,” pinta Imam Hambali. “Karena rumah kami tidak ada lampu, maka saya terpaksa menunggu sampai bulan purnama, barulah saya dapat memintal benang,” kata wanita itu.
Kemudian dia menyambung ceritanya. “Pada suatu malam, ada kafilah dagang dari Syam datang lalu singgah bermalam, dekat dengan gubuk kami. Mereka membawa lampu yang banyak sehingga cahannya sampai menerangi rumahku. Saya mengambil kesempatan untuk bekerja memintal benang di bawah cahaya lampu mereka”.
“Sekarang, pertanyaan saya adalah, apakah uang hasil jualan benang yang saya pintal di bawah cahaya lampu milik kafilah itu, halal untuk saya gunakan?”
Imam Hambali kagum, tercekat mendengar cerita wanita itu.Lalu dia bertanya,” Siapakah engkau wahai wanita muda yang sangat berpikir tentang hukum agama di saat umat Islam lalai dan kikir terhadap harta mereka?”
Pelan, wanita itu berkata, “Saya adalah adik perempuan Basyar Al-Hafidz yang meninggal dunia,” jawab wanita itu dengan kerendahan hatinya. Mendengar jawaban itu, Imam Hambali menangis tergugu. Janggutnya basah oleh air mata.
Imam Hambali sangat mengenali Basyar Al-Hafidz, seorang gubernur yang beriman dan beramal soleh. Setelah tangisannya reda, maka Imam Hambali pun berkata, ” Sesungguhnya saya sangat takut pada azab Allah. Karena itu, berilah saya waktu untuk menjawab pertanyaan kamu itu. Silahkan kembali ke rumahmu, dan besok datang ke sini lagi, Bu.”
Imam Hambali memang tidak mau terburu-buru memberikan jawaban, apalagi soal haram dan halalnya sesuatu.
Pada malam itu, beliau berdoa, bermunajat serta memohon petunjuk pada Allah SWT.
Keesokan harinya, wanita muda itu datang lagi untuk mendengar jawaban dari Imam Hambali.
“Wahai wanita yang solehah. Sesungguhnya kain penutup muka yang engkau pakai itu lebih mulia dari pada sorban yang aku pakai. Kami ini tidak layak untuk disamakan dengan orang tua yang telah mendahului kita. Sesungguhnya kamu seorang perempuan yang berhati luhur, bertakwa dan penuh rasa takut kepada Allah,” masygul Imam Hambali berkata, hamper menangis.
“Wahai tuan Imam Hambali. Bagaimana dengan pertanyaan saya semalam?” desak perempuan muda itu.
“Berkenaan pertanyaanmu, sekiranya engkau tidak mendapat izin dari rombongan kafilah dagang itu, maka tidak halal bagimu menggunakan uang dari hasil jualan benang itu,” jawab Imam Hambali.
Wanita itu kini sangat sedih, karena sampai hari itu belum mendapat ijin dari rombongan kafilah dagang itu. Dia ingin dan sanggup menemui mereka seorang demi seorang dari rombongan tersebut agar mendapat ijin, hingga dia dapat menggunakan uang yang kini berada di genggamannya.
Malang, rombongan itu telah pergi menjauh, berpencar. Usahanya tampaknya sia-sia. Berita tentang wanita solehah itu akhirnya sampai ke pengetahuan Khalifah Al-Mutawakkil. Beliau sungguh kagum dengan wanita tersebut lalu memberinya uang sebanyak 10 ribu dinar.
Wanita muda itu kembali menemui Imam Hambali sekali lagi lalu bertanya tentang uang hadiah khalifah. ” Adakah uang itu halal bagi kami?”
“Khalifah juga pernah memberikan saya uang sebanyak itu. Tetapi saya sedekahkan kepada fakir miskin yang saya temui di jalan,” jawab Imam Hambali.
Wanita itu pun mengikuti jejak Imam hambali. Dia memberikan uang tersebut kepada fakir miskin…
Bersumberkan buku “Imam Hanbali Penegak Kebenaran. Abdul Latip Talib. Terbitan PTS Litera Utama Sdn. Bhd.”
Keajaiban Penciptaan Pada Unta
By:
rnppsalatiga
On: Sabtu, September 29, 2012
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Lima puluh lima derajat celcius adalah suhu yang panas membakar. Itulah cuaca panas di gurun pasir, daerah yang tampak tak bertepi dan terhampar luas hingga di kejauhan. Di sini terdapat badai pasir yang menelan apa saja yang dilaluinya, dan yang sangat mengganggu pernafasan. Padang pasir berarti kematian yang tak terelakkan bagi seseorang tanpa pelindung yang terperangkap di dalamnya. Hanya kendaraan yang secara khusus dibuat untuk tujuan ini saja yang dapat bertahan dalam kondisi gurun ini.
Kendaraan apapun yang berjalan di kondisi yang panas menyengat di gurun pasir, harus didisain untuk mampu menahan panas dan terpaan badai pasir. Selain itu, ia harus mampu berjalan jauh, dengan sedikit bahan bakar dan sedikit air. Mesin yang paling mampu menahan kondisi sulit ini bukanlah kendaraan bermesin, melainkan seekor binatang, yakni unta.
Unta telah membantu manusia yang hidup di gurun pasir sepanjang sejarah, dan telah menjadi simbul bagi kehidupan di gurun pasir. Panas gurun pasir sungguh mematikan bagi makhluk lain. Selain sejumlah kecil serangga, reptil dan beberapa binatang kecil lainnya, tak ada binatang yang mampu hidup di sana. Unta adalah satu-satunya binatang besar yang dapat hidup di sana. Allah telah menciptakannya secara khusus untuk hidup di padang pasir, dan untuk melayani kehidupan manusia. Allah mengarahkan perhatian kita pada penciptaan unta dalam ayat berikut:
أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ
Artinya : "Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan." (QS. Al-Ghaasyiyah, 88:17)
Jika kita amati bagaimana unta diciptakan, kita akan menyaksikan bahwa setiap bagian terkecil darinya adalah keajaiban penciptaan. Yang sangat dibutuhkan pada kondisi panas membakar di gurun adalah minum, tapi sulit untuk menemukan air di sini. Menemukan sesuatu yang dapat dimakan di hamparan pasir tak bertepi juga tampak mustahil. Jadi, binatang yang hidup di sini harus mampu menahan lapar dan haus, dan unta telah diciptakan dengan kemampuan ini.
Unta dapat bertahan hidup hingga delapan hari pada suhu lima puluh derajat tanpa makan atau minum. Ketika unta yang mampu berjalan tanpa minum dalam waktu lama ini menemukan sumber air, ia akan menyimpannya. Unta mampu meminum air sebanyak sepertiga berat badannya dalam waktu sepuluh menit. Ini berarti seratus tiga puluh liter dalam sekali minum; dan tempat penyimpanannya adalah punuk unta. Sekitar empat puluh kilogram lemak tersimpan di sini. Hal ini menjadikan unta mampu berjalan berhari-hari di gurun pasir tanpa makan apapun.
Kebanyakan makanan di gurun pasir adalah kering dan berduri. Namun sistem pencernaan pada unta telah diciptakan sesuai dengan kondisi yang sulit ini. Gigi dan mulut binatang ini telah dirancang untuk memungkinkannya memakan duri tajam dengan mudah.
Perutnya memiliki disain khusus tersendiri sehingga cukup kuat untuk mencerna hampir semua tumbuhan di gurun pasir. Angin gurun yang muncul tiba-tiba biasanya menjadi pertanda kedatangan badai pasir. Butiran pasir menyesakkan nafas dan membutakan mata. Tapi, Allah telah menciptakan sistem perlindungan khusus pada unta sehingga ia mampu bertahan terhadap kondisi sulit ini. Kelopak mata unta melindungi matanya dari dari debu dan butiran pasir. Namun, kelopak mata ini juga transparan atau tembus cahaya, sehingga unta tetap dapat melihat meskipun dengan mata tertutup. Bulu matanya yang panjang dan tebal khusus diciptakan untuk mencegah masuknya debu ke dalam mata. Terdapat pula disain khusus pada hidung unta. Ketika badai pasir menerpa, ia menutup hidungnya dengan penutup khusus.
Salah satu bahaya terbesar bagi kendaraan yang berjalan di gurun pasir adalah terperosok ke dalam pasir. Tapi ini tidak terjadi pada unta, sekalipun ia membawa muatan seberat ratusan kilogram, karena kakinya diciptakan khusus untuk berjalan di atas pasir. Telapak kaki yang lebar menahannya dari tenggelam ke dalam pasir, dan berfungsi seperti pada sepatu salju. Kaki yang panjang menjauhkan tubuhnya dari permukaan pasir yang panas membakar di bawahnya. Tubuh unta tertutupi oleh rambut lebat dan tebal. Ini melindunginya dari sengatan sinar matahari dan suhu padang pasir yang dingin membeku setelah matahari terbenam. Beberapa bagian tubuhnya tertutupi sejumlah lapisan kulit pelindung yang tebal. Lapisan-lapisan tebal ini ditempatkan di bagian-bagian tertentu yang bersentuhan dengan permukaan tanah saat ia duduk di pasir yang amat panas. Ini mencegah kulit unta agar tidak terbakar. Lapisan tebal kulit ini tidaklah tumbuh dan terbentuk perlahan-lahan; tapi unta memang terlahir demikian. Disain khusus ini memperlihatkan kesempurnaan penciptaan unta.
Marilah kita renungkan semua ciri unta yang telah kita saksikan. Sistem khusus yang memungkinkannya menahan haus, punuk yang memungkinkannya bepergian tanpa makan, struktur kaki yang menahannya dari tenggelam ke dalam pasir, kelopak mata yang tembus cahaya, bulu mata yang melindungi matanya dari pasir, hidung yang dilengkapi disain khusus anti badai pasir, struktur mulut, bibir dan gigi yang memungkinkannya memakan duri dan tumbuhan gurun pasir, sistem pencernaan yang dapat mencerna hampir semua benda apapun, lapisan tebal khusus yang melindungi kulitnya dari pasir panas membakar, serta rambut permukaan kulit yang khusus dirancang untuk melindunginya dari panas dan dingin.
Tak satupun dari ini semua dapat dijelaskan oleh logika teori evolusi, dan kesemuanya ini menyatakan satu kebenaran yang nyata: Unta telah diciptakan secara khusus oleh Allah untuk hidup di padang pasir, dan untuk membantu kehidupan manusia di tempat ini.
Begitulah, kebesaran Allah dan keagungan ciptaan-Nya tampak nyata di segenap penjuru alam ini, dan Pengetahuan Allah meliputi segala sesuatu. Allah menyatakan hal ini dalam ayat Al-quran:
إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا
Artinya : "Sesungguhnya, Tuhanmu hanyalah Allah, yang tidak ada Tuhan selain Dia. Pengetahuan – Nya meliputi segala sesuatu." (QS. Thaahaa, 20:98)
#Sumber
HarunYahya.com
Fakta Dalam Pergantian Musim
By:
rnppsalatiga
On: Sabtu, September 29, 2012
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين, وصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :
Musim merupakan hasil sebuah fakta bahwasanya bumi tidak berputar terhadap porosnya pada kecepatan yang sama dengan kecepatan yang diperlukan bumi untuk berevolusi terhadap matahari. Ini, tentu saja, merupakan perwujudan dari keteraturan yang sempurna yang diciptakan oleh Allah -ta'ala-. Apabila Allah -ta'ala- berkehendak, musim dingin dapat saja berlangsung selama 365 hari dalam setahun, namun dalam kondisi seperti itu, kita tidak akan menemukan bentuk kehidupan yang lain. Dengan menciptakan empat musim, Allah -ta'ala- menganugerahkan kepada umat manusia berbagai macam bentuk keberkahan dari-Nya.
Allah -ta'ala- telah menciptakan musim sepanjang sejarah manusia, sejak dahulu hingga sekarang. Dan hingga saat ini Allah -ta'ala- masih terus menciptakannya. Semua orang mengharapkan musim panas setelah musim semi, dan tak seorangpun ragu atas hal tersebut, dan sudah sepatutnya datang musim panas setelah musim semi. Namun, jika Allah -ta'ala- berkehendak lain, mungkin saja tidak pernah ada musim panas di bumi. Fakta tersebut dimaksudkan agar orang-orang yang hidup berdasarkan Al-Qur'an harus mencerminkan rasa syukur yang mendalam atas keberkahan yang telah Allah -ta'ala- anugerahkan tersebut.
Setiap musim memiliki banyak keberkahannya sendiri-sendiri. Keberkahan musim panas adalah bunga yang bermekaran, buah-buahan dengan warna yang segar dan menggiurkan, kehangatan sinar matahari serta keindahan laut. Allah -ta'ala- menganugerahkan rahmat-Nya kepada kita dengan menjamin keberlangsungan keberkahan yang Allah -ta'ala- anugerahkan tersebut. Dalam salah satu ayat Al-Qur’an, Allah berfirman :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Artinya : "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS Al-Baqoroh : 164)
#Sumber
HarunYahya.com
27 Sep 2012
Kawah Asteroid Rusia Simpan Berlian Triliunan Karat
By:
rnppsalatiga
On: Kamis, September 27, 2012

Manusia Sejatinya Mahluk Ekstraterresterial?
By:
rnppsalatiga
On: Kamis, September 27, 2012

26 Sep 2012
Apakah Binatang Mampu Memprediksi Gempa?
By:
rnppsalatiga
On: Rabu, September 26, 2012

Kisah 5 Meteorit Paling Aneh: Mistis Hingga Ancam Manusia
By:
rnppsalatiga
On: Rabu, September 26, 2012

25 Sep 2012
Tujuh Keajaiban Dunia Versi Islam
By:
rnppsalatiga
On: Selasa, September 25, 2012
Hampir semua orang tahu 7 Keajaiban Dunia yang ada di beberapa negara. Namun tahukah 7 keajaiban versi Islam?
1. Hewan Berbicara di Akhir Zaman
Maha suci Allah yang telah membuat segala sesuatunya berbicara sesuai dengan yang Ia kehendaki. Termasuk dari tanda-tanda kekuasaanya
adalah ketika terjadi hari kiamat akan muncul hewan melata yang akan berbicara kepada manusia sebagaimana yang tercantum dalam
Al-Qur’an, surah An-Naml ayat 82,
“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka,
bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami”.
Mufassir Negeri Syam, Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy berkomentar tentang ayat di atas, “Hewan ini akan keluar diakhir zaman ketika rusaknya manusia, dan mulai meninggalkan perintah-perintah Allah, dan ketika mereka telah mengganti agama Allah. Maka Allah mengeluarkan ke hadapan mereka hewan bumi. Konon kabarnya, dari Makkah, atau yang lainnya sebagaimana akan datang perinciannya.
Hewan ini akan berbicara dengan manusia tentang hal itu”.(Lihat Tafsir Ibnu Katsir:3/498)
Hewan aneh yang berbicara ini akan keluar di akhir zaman sebagai tanda akan datangnya kiamat dalam waktu yang dekat. Nabi Muhamaad saw bersabda, “Sesungguhnya tak akan tegak hari kiamat, sehingga kalian akan melihat sebelumnya 10 tanda-tanda kiamat: Gempa di Timur, gempa di barat, gempa di Jazirah Arab, Asap, Dajjal, hewan bumi, Ya’juj & Ma’juj, terbitnya matahari dari arah barat, dan api yang keluar dari jurang Aden, akan menggiring manusia”. (HR. Muslim dalam Shohih-nya).
2. Pohon Kurma yang Menangis
Adanya pohon kurma yang menangis ini terjadi di zaman Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , mengapa sampai pohon ini menangis? Kisahnya, Jabir bin Abdillah-radhiyallahu ‘anhu- bertutur, “Jabir bin Abdillah -radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Adalah dulu Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam- berdiri (berkhutbah) di atas sebatang kurma, maka tatkala diletakkan mimbar baginya, kami mendengar sebuah suara seperti suara unta dari pohon kurma tersebut hingga Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- turun kemudian beliau meletakkan tangannya di atas batang pohon kurma tersebut” (HR.Al-Bukhariy dalam Shohih-nya:876).
3. Untaian Salam Batu Aneh
Mungkin kalau seekor burung yang pandai mengucapkan salam adalah perkara yang sering kita jumpai.
Tapi bagaimana jika sebuah batu yang mengucapkan salam. Sebagai seorang hamba Allah yang mengimani Rasul-Nya, tentunya dia akan membenarkan seluruh apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya, seperti pemberitahuan beliau kepada para sahabatnya bahwa ada sebuah batu di Mekah yang pernah mengucapkan salam kepada beliau sebagaimana dalam sabdanya,
Dari Jabir bin Samurah dia berkata, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekah yang mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus, sesungguhnya aku mengetahuinya sekarang”.[HR.Muslim dalam Shohih-nya: 1782).
4. Pengaduan Seekor Onta
Manusia adalah makhluk yang memiliki perasaan. Dari perasaan itu timbullah rasa cinta dan kasih sayang di antara mereka. Akan tetapi ketahuilah, bukan hanya manusia saja yang memiliki perasaan, bahkan hewan pun memilikinya. Oleh karena itu sangat disesalkan jika ada manusia yang tidak memiliki perasaan yang membuat dirinya lebih rendah daripada hewan. Pernah ada seekor unta yang mengadu kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mengungkapkan perasaannya.
Abdullah bin Ja’far-radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Pada suatu hari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah memboncengku di belakangnya, kemudian beliau membisikkan tentang sesuatu yang tidak akan kuceritakan kepada seseorang di antara manusia. Sesuatu yang paling beliau senangi untuk dijadikan pelindung untuk buang hajatnya adalah gundukan tanah atau kumpulan batang kurma. lalu beliau masuk kedalam kebun laki-laki Anshar. Tiba tiba ada seekor onta. Tatkala Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melihatnya, maka onta itu merintih dan bercucuran air matanya.
Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mendatanginya seraya mengusap dari perutnya sampai ke punuknya dan tulang telinganya, maka tenanglah onta itu. Kemudian beliau bersabda, “Siapakah pemilik onta ini, Onta ini milik siapa?” Lalu datanglah seorang pemuda Anshar seraya berkata, “Onta itu milikku, wahai Rasulullah”.
Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam binatang ini, yang telah dijadikan sebagai milikmu oleh Allah, karena ia (binatang ini) telah mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya letih dan lapar”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan:1/400).
5. Kesaksian Kambing Panggang
Kalau binatang yang masih hidup bisa berbicara adalah perkara yang ajaib, maka tentunya lebih ajaib lagi kalau ada seekor kambing panggang yang berbicara. Ini memang aneh, akan tetapi nyata. Kisah kambing panggang yang berbicara ini terdapat dalam hadits , Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menerima hadiah, dan tak mau makan shodaqoh. Maka ada seorang wanita Yahudi di Khoibar yang menghadiahkan kepada beliau kambing panggang yang telah diberi racun. Lalu Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun memakan sebagian kambing itu, dan kaum (sahabat) juga makan. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Angkatlah tangan kalian, karena kambing panggang ini mengabarkan kepadaku bahwa dia beracun”. Lalu meninggallah Bisyr bin Al-Baro’ bin MA’rur
Al-Anshoriy. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengirim (utusan membawa surat), “Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?” Wanita itu menjawab, “Jika engkau adalah seorang nabi, maka apa yang aku telah lakukan tak akan membahayakan dirimu. Jika engkau adalah seorang raja, maka aku telah melepaskan manusia darimu”. Kemudian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh wanita itu, maka ia pun dibunuh. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda ketika beliau sakit yang menyebabkan kematian beliau,”Senantiasa aku merasakan sakit akibat makanan yang telah aku makan ketika di Khoibar. Inilah saatnya urat nadi leherku terputus”. (HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya: 4512).
6. Batu yang Berbicara
Setelah kita mengetahu adanya batu yang mengucapkan salam, maka keajaiban selanjutnya adalah adanya batu yang berbicara di akhir zaman.
Jika kita pikirkan, maka terasa aneh, tapi demikianlah seorang muslim harus mengimani seluruh berita yang disampaikan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, baik yang masuk akal, atau tidak. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah berbicara sesuai hawa nafsunya, bahkan beliau berbicara sesuai tuntunan wahyu dari Allah Yang Mengetahui segala perkara ghaib.
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Kalian akan memerangi orang-orang Yahudi sehingga seorang diantara mereka bersembunyi di balik batu. Maka batu itu berkata, “Wahai
hamba Allah, Inilah si Yahudi di belakangku, maka bunuhlah ia”. (HR. Al-Bukhoriy dalam Shohihnya: 2767).
7. Semut Memberi Komando
Mungkin kita pernah mendengar cerita fiktif tentang hewan-hewan yang berbicara dengan hewan yang lain. Semua itu hanyalah cerita fiktif belaka alias omong kosong.
Tapi ketahuilah, sesungguhnya adanya hewan yang berbicara kepada hewan yang lain, bahkan memberi komando, layaknya seorang komandan pasukan yang memberikan perintah. Hewan yang memberi komando tersebut adalah semut. Kisah ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an,
“Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai manusia, kami Telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) Ini benar-benar suatu kurnia yang nyata”.Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan). Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa Karena (mendengar) perkataan semut itu. dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah Aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang Telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah Aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. (QS.An-Naml: 16-19).
24 Sep 2012
Biografi Singkat Imam Muslim
By:
rnppsalatiga
On: Senin, September 24, 2012
Nama Lengkapnya adalah Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi (Bani Qusyair adalah sebuah kabilah Arab yang cukup dikenal) an-Naisaburi. Seorang imam besar dan penghapal hadits yang ternama. Ia lahir di Naisabur pada tahun 204 H. Para ulama sepakat atas keimamannya dalam hadits dan kedalaman pengetahuan nya tentang periwayatan hadits
Ia mempelajari hadits sejak kecil dan bepergian untuk mencarinya keberbagai kota besar. Di Khurasan ia mendenganr hadits dari Yahya bin Yahya, Ishaq bin Rahawaih dan lain lain. Di Ray ia mendengar dari Muhammad bin Mahran, Abu Ghassan dan lainnya, Di Hijaz ia mendengar hadits dari Sa’id bin Manshur, Abu Mash’ab dan lainnya, Di Iraq ia mendengar dari Ahmad bin Hanbal, Abdullah bin Muslimah dan lainnya, Di Mesir ia mendengar hadits dari Amr bin Sawad, Harmalah bin Yahyah dan beberapa lainnya.
Lantaran hubungan mempelajari hadits al-Bukhary, ia meninggalkan guru gurunya seperti: Muhammad ibn Yahya adz Dzuhaly.
Adapun yang meriwayatkan darinya diantaranya: At Tirmidzi, Abu Hatim, ar Razi, Ahmad bin Salamah, Musa bin Harun, Yahya bin Sha’id, Muhammad bin Mukhallad, Abu Awanah Ya’kub bin Ishaq al Isfira’ini, Muhammad bin Abdul Wahab al-Farra’, Ali bin Husain bin Muhammad bin Sufyan, yang terakhir ini adalah perawi Shahih Muslim.
Banyak sekali ulama hadits memujinya, Ahmad bin Salama berkata:” Abu Zur’ah dan Abu Hatim mendahulukan Muslim atas orang lain dalam bidang mengetahui hadits shahih.”.
Imam Muslim banyak menulis kitab diantaranya:kitab Shahihnya, kitab Al-Ilal, kitab Auham al-Muhadditsin, kitab Man Laisa lahu illa Rawin Wahid, kitab Thabaqat at-Tabi’in, kitab Al Mukhadlramin, kitab Al-Musnad al-Kabir ‘ala Asma’ ar-Rijal dan kitab Al-Jami’ al-Kabir ‘alal abwab.
Bersama Shahih Bukhari, Shahih Muslim merupakan kitab paling shahih sesudah Al-Quran. Umat menyebut kedua kitab shahih tersebut dengan baik. Namun kebanyakan berpendapat bahwa diantara kedua kitabnya, kitab Al-Bukhari lebih Shahih.
Imam Muslim sangat bangga dengan kitab shahihnya, mengingat jerih payah yang ia curahkan ketika mengumpulkannya. Ia meyusunnya dari 300.000 hadits yang ia dengar, oleh karena itu ia berkata:” Andaikata para ahli hadits selama 200 tahun menulis hadits, maka porosnya adalah al-Musnad ini (yakni kitab shahihnya)”.
Ia wafat di Naisabur pada tahun 271 H dalam usia 55 tahun.
Disalin dari Biografi Imam Muslim dalam Tadzkirat al-Huffadh 2/150, Tahdzib al-Asma’ An-Nawawi 10/126
Imam At-Tirmidzi
By:
rnppsalatiga
On: Senin, September 24, 2012
Imam At-Tirmidzi (209-279 H)
Nama lengkapnya adalah Imam al-Hafidz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin ad-Dahhak As-Sulami at-Tirmidzi, salah seorang ahli hadits kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyur lahir pada 279 H di kota Tirmiz.
Perkembangan dan Perjalanannya
Kakek Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkebangsaan Mirwaz, kemudian pindah ke Tirmiz dan menetap di sana. Di kota inilah cucunya bernama Abu ‘Isa dilahirkan. Semenjak kecilnya Abu ‘Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari hadits. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri: Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain. Dalam perlawatannya itu ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru hadits untuk mendengar hadits yang kem dihafal dan dicatatnya dengan baik di perjalanan atau ketika tiba di suatu tempat. Ia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakannya dengan seorang guru di perjalanan menuju Makkah. Kisah ini akan diuraikan lebih lanjut.
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdiskusi dan tukar pikiran serta mengarang, ia pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra; dalam keadaan seperti inilah akhirnya at-Tirmidzi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H dalam usia 70 tahun.
Guru-gurunya
Ia belajar dan meriwayatkan hadits dari ulama-ulama kenamaan. Di antaranya adalah Imam Bukhari, kepadanya ia mempelajari hadits dan fiqh. Juga ia belajar kepada Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan Tirmidzi belajar pula hadits dari sebagian guru mereka.
Guru lainnya ialah Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq bin Musa, Mahmud bin Gailan. Said bin ‘Abdur Rahman, Muhammad bin Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin al-Musanna dan lain-lain.
Murid-muridnya
Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama. Di antaranya ialah Makhul ibnul-Fadl, Muhammad binMahmud ‘Anbar, Hammad bin Syakir, ‘Ai-bd bin Muhammad an-Nasfiyyun, al-Haisam bin Kulaib asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf an-Nasafi, Abul-‘Abbas Muhammad bin Mahbud al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami’ daripadanya, dan lain-lain.
Kekuatan Hafalannya
Abu ‘Isa aat-Tirmidzi diakui oleh para ulama keahliannya dalam hadits, kesalehan dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat dipercaya, amanah dan sangat teliti. Salah satu bukti kekuatan dan cepat hafalannya ialah kisah berikut yang dikemukakan oleh al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib at-Tahzib-nya, dari Ahmad bin ‘Abdullah bin Abu Dawud, yang berkata:
“Saya mendengar Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkata: Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Makkah, dan ketika itu saya telah menuslis dua jilid berisi hadits-hadits yang berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Saya mengira bahwa “dua jilid kitab” itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya telah bertemu dengan dia, saya memohon kepadanya untuk mendengar hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan hadits yang dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Demi melihat kenyataan ini, ia berkata: ‘Tidakkah engkau malu kepadaku?’ lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. ‘Coba bacakan!’ suruhnya. Lalu aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi: ‘Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?’ ‘Tidak,’ jawabku. Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan empat puluh buah hadits yang tergolong hadits-hadits yang sulit atau garib, lalu berkata: ‘Coba ulangi apa yang kubacakan tadi,’ Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai; dan ia berkomentar: ‘Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.”
Pandangan Para Kritikus Hadits Terhadapnya
Para ulama besar telah memuji dan menyanjungnya, dan mengakui akan kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu Hatim Muhammad ibn Hibban, kritikus hadits, menggolangkan Tirmidzi ke dalam kelompok “Siqat” atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya, dan berkata: “Tirmidzi adalah salah seorang ulama yang mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghafal hadits dan bermuzakarah (berdiskusi) dengan para ulama.”Abu Ya’la al-Khalili dalam kitabnya ‘Ulumul Hadits menerangkan; Muhammad bin ‘Isa at-Tirmidzi adalah seorang penghafal dan ahli hadits yang baik yang telah diakui oleh para ulama. Ia memiliki kitab Sunan dan kitab Al-Jarh wat-Ta’dil. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Abu Mahbub dan banyak ulama lain. Ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya, seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas. Kitabnya Al-Jami’us Sahih sebagai bukti atas keagungan derajatnya, keluasan hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang hadits yang sangat mendalam.
Fiqh Tirmidzi dan Ijtihadnya
Imam Tirmidzi, di samping dikenal sebagai ahli dan penghafal hadits yang mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, ia juga dikenal sebagai ahli fiqh yang mewakili wawasan dan pandangan luas. Barang siapa mempelajari kitab Jami’nya ia akan mendapatkan ketinggian ilmu dan kedalaman penguasaannya terhadap berbagai mazhab fikih. Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya. Salah satu contoh ialah penjelasannya terhadap sebuah hadits mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: “Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi az-Zunad, dari al-A’rai dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, bersabda: ‘Penangguhan membayar utang yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya.” Imam Tirmidzi memberikan penjelasan sebagai berikut: Sebagian ahli ilmu berkata: ” apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.” Diktum ini adalah pendapat Syafi’i, Ahmad dan Ishaq. Sebagian ahli ilmu yang lain berkata: “Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal ‘alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil).” Mereka memakai alas an dengan perkataan Usma dan lainnya, yang menegaskan: “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim.” Menurut Ishak, maka perkataan “Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim” ini adalah “Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu.”
Itulah salah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, bahwa betapa cemerlangnya pemikiran fiqh Tirmidzi dalam memahami nas-nas hadits, serta betapa luas dan orisinal pandangannya itu.
Karya-karyanya
Imam Tirmidzi banyak menulis kitab-kitab. Di antaranya: 1. Kitab Al-Jami’, terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmidzi. 2. Kitab Al-‘Ilal. 3. Kitab At-Tarikh. 4. Kitab Asy-Syama’il an-Nabawiyyah. 5. Kitab Az-Zuhd. 6. Kitab Al-Asma’ wal-kuna. Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar dan terkenal serta beredar luas adalah Al-Jami’.
Sekilas tentang Al-Jami’
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Tirmidzi terbesar dan paling banyak manfaatnya. Ia tergolonga salah satu “Kutubus Sittah” (Enam Kitab Pokok Bidang Hadits) dan ensiklopedia hadits terkenal. Al-Jami’ ini terkenal dengan nama Jami’ Tirmidzi, dinisbatkan kepada penulisnya, yang juga terkenal dengan nama Sunan Tirmidzi. Namun nama pertamalah yang popular.
Sebagian ulama tidak berkeberatan menyandangkan gelar as-Sahih kepadanya, sehingga mereka menamakannya dengan Sahih Tirmidzi. Sebenarnya pemberian nama ini tidak tepat dan terlalu gegabah.
Setelah selesai menyususn kitab ini, Tirmidzi memperlihatkan kitabnya kepada para ulama dan mereka senang dan menerimanya dengan baik. Ia menerangkan: “Setelah selesai menyusun kitab ini, aku perlihatkan kitab tersebut kepada ulama-ulama Hijaz, Irak dan Khurasan, dan mereka semuanya meridhainya, seolah-olah di rumah tersebut ada Nabi yang selalu berbicara.”
Imam Tirmidzi di dalam Al-Jami’-nya tidak hanya meriwayatkan hadits sahih semata, tetapi juga meriwayatkan hadits-hadits hasan, da’if, garib dan mu’allal dengan menerangkan kelemahannya.
Dalam pada itu, ia tidak meriwayatkan dalam kitabnya itu, kecuali hadits-hadits yang diamalkan atau dijadikan pegangan oleh ahli fiqh. Metode demikian ini merupakan cara atau syarat yang longgar. Oleh karenanya, ia meriwayatkan semua hadits yang memiliki nilai demikian, baik jalan periwayatannya itu sahih ataupun tidak sahih. Hanya saja ia selalu memberikan penjelasan yang sesuai dengan keadaan setiap hadits.
Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata: “Semua hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan.” Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua buah hadits, yaitu: Pertama, yang artinya: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam menjamak shalat Zuhur dengan Asar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab “takut” dan “dalam perjalanan.”
“Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia.” Hadits ini adalah mansukh dan ijma ulama menunjukan demikian. Sedangkan mengenai shalat jamak dalam hadits di atas, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh (jawaz) hukumnya melakukan salat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli hadits juga Ibnu Munzir.
Hadits-hadits da’if dan munkar yang terdapat dalam kitab ini, pada umumnya hanya menyangkut fada’il al-a’mal (anjuran melakukan perbuatan-perbuatan kebajikan). Hal itu dapat dimengerti karena persyaratan-persyaratan bagi (meriwayatkan dan mengamalkan) hadits semacam ini lebih longgar dibandingkan dengan persyaratan bagi hadits-hadits tentang halal dan haram.
Disalin dari Biografi Tirmidzi dalam Kutubus Sittah;Abu Syuhbah no.83
Biografi Ibnu Majah
By:
rnppsalatiga
On: Senin, September 24, 2012
Nama sebenarnya Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’i al-Qazwini dari desa Qazwin, Iran. Lahir tahun 209 dan wafat tahun 273. Beliau adalah muhaddits ulung, mufassir dan seorang alim. Beliau memiliki beberapa karya diantaranya adalah Kitabus Sunan, Tafsir dan Tarikh Ibnu Majah.
Ia melakukan perjalanan ke berbagai kota untuk menulis hadits, anatara lain Ray, Basrah, Kufah, Baghdad, Syam, Mesir dan Hijaz.
Ia menerima hadit dari guru gurunya antara lain Ibn Syaibah, Sahabatnya Malik dan al-Laits. Abu Ya’la berkata,” Ibnu Majah seorang ahli ilmu hadits dan mempunyai banyak kitab”.
Beliau menyusun kitabnya dengan sistematika fikih, yang tersusun atas 32 kitab dan 1500 bab dan jumlah haditsnya sekitar 4.000 hadits. Syaikh Muhammad Fuad Abdul Baqi menghitung ada sebanyak 4241 hadits di dalamnya. Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadits yang shahih, hasan, dhaif bahkan maudhu’. Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi mengkritik ada hampir 30 hadits maudhu di dalam Sunan Ibnu Majah walaupun disanggah oleh as-Suyuthi.
Ibnu Katsir berkata,” Ibnu Majah pengarang kitab Sunan, susunannya itu menunjukan keluasan ilmunya dalam bidang Usul dan furu’, kitabnya mengandung 30 Kitab; 150 bab, 4.000 hadits, semuanya baik kecuali sedikit saja”.
Al-Imam al-Bushiri (w. 840) menulis ziadah (tambahan) hadits di dalam Sunan Abu Dawud yang tidak terdapat di dalam kitabul khomsah (Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’i dan Sunan Tirmidzi) sebanyak 1552 hadits di dalam kitabnya Misbah az-Zujajah fi Zawaid Ibni Majah serta menunjukkan derajat shahih, hasan, dhaif maupun maudhu’. Oleh karena itu, penelitian terhadap hadits-hadits di dalamnya amatlah urgen dan penting.
Ia wafat pada tahun 273 H
Disalin dari riwayat Ibnu Majah dalam Tarikh Ibnu Katsir 11: 66,67
Biografi Imam Abu Dawud
By:
rnppsalatiga
On: Senin, September 24, 2012
Beliau lahir sebagai seorang ahli urusan hadits, juga dalam masalah fiqh dan ushul serta masyhur akan kewara’annya dan kezuhudannya. Kefaqihan beliau terlihat ketika mengkritik sejumlah hadits yang bertalian dengan hukum, selain itu terlihat dalam penjelasan bab-bab fiqih atas sejumlah karyanya, seperti Sunan Abu Dawud.
Al-Imam al-Muhaddist Abu Dawud lahir pada tahun 202 H dan wafat pada tahun 275 H di Bashrah.
Sepanjang sejarah telah muncul para pakar hadist yang berusaha menggali makna hadist dalam berbagai sudut pandang dengan metoda pendekatan dan sistem yang berbeda, sehingga dengan upaya yang sangat berharga itu mereka telah membuka jalan bagi generasi selanjutnya guna memahami as-Sunnah dengan baik dan benar.
Di samping itu, mereka pun telah bersusah payah menghimpun hadits-hadits yang dipersilisihkan dan menyelaraskan di antara hadits yang tampak saling menyelisihi. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga kewibawaan dari hadits dan sunnah secara umum. Abu Muhammad bin Qutaibah (wafat 267 H) dengan kitab beliau Ta’wil Mukhtalaf al-Hadits telah membatah habis pandangan kaum Mu’tazilah yang mempertentangkan beberapa hadits dengan al-Quran maupun dengan rasio mereka.
Selanjutnya upaya untuk memilahkan hadits dari khabar-khabar lainnya yang merupakan hadits palsu maupun yang lemah terus dilanjutkan sampai dengan kurun al-Imam Bukhari dan beberapa penyusun sunan dan lainnya. Salah satu kitab yang terkenal adalah yang disusun oleh Imam Abu Dawud yaitu sunan Abu Dawud. Kitab ini memuat 4800 hadits terseleksi dari 50.000 hadits.
Beliau sudah berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia belasan tahun. Hal ini diketahui mengingat pada tahun 221 H, beliau sudah berada di baghdad. Kemudian mengunjungi berbagai negeri untuk memetik langsung ilmu dari sumbernya. Beliau langsung berguru selama bertahun-tahun. Diantara guru-gurunya adalah Imam Ahmad bin Hambal, al-Qa’nabi, Abu Amr adh-Dhariri, Abu Walid ath-Thayalisi, Sulaiman bin Harb, Abu Zakariya Yahya bin Ma’in, Abu Khaitsamah, Zuhair bin Harb, ad-Darimi, Abu Ustman Sa’id bin Manshur, Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain.
Sebagai ahli hukum, Abu Dawud pernah berkata: Cukuplah manusia dengan empat hadist, yaitu: Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya; termasuk kebagusan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat; tidaklah keadaan seorang mukmin itu menjadi mukmin, hingga ia ridho terhadap saudaranya apa yang ia ridho terhadap dirinya sendiri; yang halal sudah jelas dan yang harampun sudah jelas pula, sedangkan diantara keduanya adalah syubhat.
Beliau menciptakan karya-karya yang bermutu, baik dalam bidang fiqh, ushul,tauhid dan terutama hadits. Kitab sunan beliaulah yang paling banyak menarik perhatian, dan merupakan salah satu diantara kompilasi hadits hukum yang paling menonjol saat ini. Tentang kualitasnya ini Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah berkata: Kitab sunannya Abu Dawud Sulaiman bin Asy’ats as-sijistani rahimahullah adalah kitab Islam yang topiknya tersebut Allah telah mengkhususkan dia dengan sunannya, di dalam banyak pembahasan yang bisa menjadi hukum diantara ahli Islam, maka kepadanya hendaklah para mushannif mengambil hukum, kepadanya hendaklah para muhaqqiq merasa ridho, karena sesungguhnya ia telah mengumpulkan sejumlah hadits ahkam, dan menyusunnya dengan sebagus-bagus susunan, serta mengaturnya dengan sebaik-baik aturan bersama dengan kerapnya kehati-hatian sikapnya dengan membuang sejumlah hadits dari para perawi majruhin dan dhu’afa. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas mereka dan mem- berikannya pula atas para pelanjutnya.
Biografi Imam Al-Nasa’i
By:
rnppsalatiga
On: Senin, September 24, 2012
Nama lengkap Imam al-Nasa’i adalah Abu Abd al-Rahman Ahmad bin Ali bin Syuaib bin Ali bin Sinan bin Bahr al-khurasani al-Qadi. Lahir di daerah Nasa’ pada tahun 215 H. Ada juga sementara ulama yang mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 214 H. Beliau dinisbahkan kepada daerah Nasa’ (al-Nasa’i), daerah yang menjadi saksi bisu kelahiran seorang ahli hadis kaliber dunia. Beliau berhasil menyusun sebuah kitab monumental dalam kajian hadis, yakni al-Mujtaba’ yang di kemudian hari kondang dengan sebutan Sunan al-Nasa’i.
Pengembaraan intelektual
Pada awalnya, beliau tumbuh dan berkembang di daerah Nasa’. Beliau berhasil menghafal al-Qur’an di Madrasah yang ada di desa kelahirannya. Beliau juga banyak menyerap berbagai disiplin ilmu keagamaan dari para ulama di daerahnya. Saat remaja, seiring dengan peningkatan kapasitas intelektualnya, beliaupun mulai gemar melakukan lawatan ilmiah ke berbagai penjuru dunia. Apalagi kalau bukan untuk guna memburu ilmu-ilmu keagamaan, terutama disiplin hadis dan ilmu Hadis.
Belum genap usia 15 tahun, beliau sudah melakukan mengembar ke berbagai wilayah Islam, seperti Mesir, Hijaz, Iraq, Syam, Khurasan, dan lain sebagainya. Sebenarnya, lawatan intelektual yang demikian, bahkan dilakukan pada usia dini, bukan merupakan hal yang aneh dikalangan para Imam Hadis. Semua imam hadis, terutama enam imam hadis, yang biografinya banyak kita ketahui, sudah gemar melakukan perlawatan ilmiah ke berbagai wilayah Islam semenjak usia dini. Dan itu merupakan ciri khas ulama-ulama hadis, termasuk Imam al-Nasa’i.
Kemampuan intelektual Imam al-Nasa’i menjadi kian matang dan berisi dalam masa pengembaraannya. Namun demikian, awal proses pembelajarannya di daerah Nasa’ tidak bisa dikesampingkan begitu saja, karena justru di daerah inilah, beliau mengalami proses pembentukan intelektual, sementara masa pengembaraannya dinilai sebagai proses pematangan dan perluasan pengetahuan.
Guru dan murid
Seperti para pendahulunya: Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan Imam al-Tirmidzi, Imam al-Nasa’i juga tercatat mempunyai banyak pengajar dan murid. Para guru beliau yang nama harumnya tercatat oleh pena sejarah antara lain; Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud (penyusun Sunan Abi Dawud), serta Imam Abu Isa al-Tirmidzi (penyusun al-Jami’/Sunan al-Tirmidzi).
Sementara murid-murid yang setia mendengarkan fatwa-fatwa dan ceramah-ceramah beliau, antara lain; Abu al-Qasim al-Thabarani (pengarang tiga buku kitab Mu’jam), Abu Ja’far al-Thahawi, al-Hasan bin al-Khadir al-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Abu Nashr al-Dalaby, dan Abu Bakrbin Ahmad al-Sunni. Nama yang disebut terakhir, disamping sebagai murid juga tercatat sebagai “penyambung lidah” Imam al-Nasa’i dalam meriwayatkan kitab Sunan al-Nasa’i.
Sudah mafhum dikalangan peminat kajian hadis dan ilmu hadis, para imam hadis merupakan sosok yang memiliki ketekunan dan keuletan yang patut diteladani. Dalam masa ketekunannya inilah, para imam hadis kerap kali menghasilkan karya tulis yang tak terhingga nilainya.
Tidak ketinggalan pula Imam al-Nasa’i. Karangan-karangan beliau yang sampai kepada kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah antara lain; al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra (kitab ini merupakan bentuk perampingan dari kitab al-Sunan al-Kubra), al-Khashais, Fadhail al-Shahabah, dan al-Manasik. Menurut sebuah keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami al-Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab Syafi’i.
Kitab al-Mujtaba
Sekarang, karangan Imam al-Nasa’i paling monumental adalah Sunan al-Nasa’i. Sebenarnya, bila ditelusuri secara seksama, terlihat bahwa penamaan karya monumental beliau sehingga menjadi Sunan al-Nasa’i sebagaimana yang kita kenal sekarang, melalui proses panjang, dari al-Sunan al-Kubra, al-Sunan al-Sughra, al-Mujtaba, dan terakhir terkenal dengan sebutan Sunan al-Nasa’i.
Untuk pertama kali, sebelum disebut dengan Sunan al-Nasa’i, kitab ini dikenal dengan al-Sunan al-Kubra. Setelah tuntas menulis kitab ini, beliau kemudian menghadiahkan kitab ini kepada Amir Ramlah (Walikota Ramlah) sebagai tanda penghormatan. Amir kemudian bertanya kepada al-Nasa’i, “Apakah kitab ini seluruhnya berisi hadis shahih?” Beliau menjawab dengan kejujuran, “Ada yang shahih, hasan, dan adapula yang hampir serupa dengannya”.
Kemudian Amir berkata kembali, “Kalau demikian halnya, maka pisahkanlah hadis yang shahih-shahih saja”. Atas permintaan Amir ini, beliau kemudian menyeleksi dengan ketat semua hadis yang telah tertuang dalam kitab al-Sunan al-Kubra. Dan akhirnya beliau berhasil melakukan perampingan terhadap al-Sunan al-Kubra, sehingga menjadi al-Sunan al-Sughra. Dari segi penamaan saja, sudah bisa dinilai bahwa kitab yang kedua merupakan bentuk perampingan dari kitab yang pertama.
Imam al-Nasa’i sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat dalam kitab pertama. Oleh karenanya, banyak ulama berkomentar “Kedudukan kitab al-Sunan al-Sughra dibawah derajat Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Di dua kitab terakhir, sedikit sekali hadis dhaif yang terdapat di dalamnya”. Nah, karena hadis-hadis yang termuat di dalam kitab kedua (al-Sunan al-Sughra) merupakan hadis-hadis pilihan yang telah diseleksi dengan super ketat, maka kitab ini juga dinamakan al-Mujtaba. Pengertian al-Mujtaba bersinonim dengan al-Maukhtar (yang terpilih), karena memang kitab ini berisi hadis-hadis pilihan, hadis-hadis hasil seleksi dari kitab al-Sunan al-Kubra.
Disamping al-Mujtaba, dalam salah satu riwayat, kitab ini juga dinamakan dengan al-Mujtana. Pada masanya, kitab ini terkenal dengan sebutan al-Mujtaba, sehingga nama al-Sunan al-Sughra seperti tenggelam ditelan keharuman nama al-Mujtaba. Dari al-Mujtaba inilah kemudian kitab ini kondang dengan sebutan Sunan al-Nasa’i, sebagaimana kita kenal sekarang. Dan nampaknya untuk selanjutnya, kitab ini tidak akan mengalami perubahan nama seperti yang terjadi sebelumnya.
Kritik Ibn al-Jauzy
Kita perlu menilai jawaban Imam al-Nasa’i terhadap pertanyaan Amir Ramlah secara kritis, dimana beliau mengatakan dengan sejujurnya bahwa hadis-hadis yang tertuang dalam kitabnya tidak semuanya shahih, tapi adapula yang hasan, dan ada pula yang menyerupainya. Beliau tidak mengatakan bahwa didalamnya terdapat hadis dhaif (lemah) atau maudhu (palsu). Ini artinya beliau tidak pernah memasukkan sebuah hadispun yang dinilai sebagai hadis dhaif atau maudhu’, minimal menurut pandangan beliau.
Apabila setelah hadis-hadis yang ada di dalam kitab pertama diseleksi dengan teliti, sesuai permintaan Amir Ramlah supaya beliau hanya menuliskan hadis yang berkualitas shahih semata. Dari sini bisa diambil kesimpulan, apabila hadis hasan saja tidak dimasukkan kedalam kitabnya, hadis yang berkualitas dhaif dan maudhu’ tentu lebih tidak berhak untuk disandingkan dengan hadis-hadis shahih.
Namun demikian, Ibn al-Jauzy pengarang kitab al Maudhuat (hadis-hadis palsu), mengatakan bahwa hadis-hadis yang ada di dalam kitab al-Sunan al-Sughra tidak semuanya berkualitas shahih, namun ada yang maudhu’ (palsu). Ibn al-Jauzy menemukan sepuluh hadis maudhu’ di dalamnya, sehingga memunculkan kritik tajam terhadap kredibilitas al-Sunan al-Sughra. Seperti yang telah disinggung dimuka, hadis itu semua shahih menurut Imam al-Nasa’i. Adapun orang belakangan menilai hadis tersebut ada yang maudhu’, itu merupakan pandangan subyektivitas penilai. Dan masing-masing orang mempunyai kaidah-kaidah mandiri dalam menilai kualitas sebuah hadis. Demikian pula kaidah yang ditawarkan Imam al-Nasa’i dalam menilai keshahihan sebuah hadis, nampaknya berbeda dengan kaidah yang diterapkan oleh Ibn al-Jauzy. Sehingga dari sini akan memunculkan pandangan yang berbeda, dan itu sesuatu yang wajar terjadi. Sudut pandang yang berbeda akan menimbulkan kesimpulan yang berbeda pula.
Kritikan pedas Ibn al-Jauzy terhadap keautentikan karya monumental Imam al-Nasa’i ini, nampaknya mendapatkan bantahan yang cukup keras pula dari pakar hadis abad ke-9, yakni Imam Jalal al-Din al-Suyuti, dalam Sunan al-Nasa’i, memang terdapat hadis yang shahih, hasan, dan dhaif. Hanya saja jumlahnya relatif sedikit. Imam al-Suyuti tidak sampai menghasilkan kesimpulan bahwa ada hadis maudhu’ yang termuat dalam Sunan al-Nasa’i, sebagaimana kesimpulan yang dimunculkan oleh Imam Ibn al-Jauzy. Adapun pendapat ulama yang mengatakan bahwah hadis yang ada di dalam kitab Sunan al-Nasa’i semuanya berkualitas shahih, ini merupakan pandangan yang menurut Muhammad Abu Syahbah_tidak didukung oleh penelitian mendalam dan jeli. Kecuali maksud pernyataan itu bahwa mayoritas (sebagian besar) isi kitab Sunan al-Nasa’i berkualitas shahih.
Komentar Ulama
Imam al-Nasa’i merupakan figur yang cermat dan teliti dalam meneliti dan menyeleksi para periwayat hadis. Beliau juga telah menetapkan syarat-syarat tertentu dalam proses penyeleksian hadis-hadis yang diterimanya. Abu Ali al-Naisapuri pernah mengatakan, “Orang yang meriwayatkan hadis kepada kami adalah seorang imam hadis yang telah diakui oleh para ulama, ia bernama Abu Abd al Rahman al-Nasa’i.”
Lebih jauh lagi Imam al-Naisapuri mengatakan, “Syarat-syarat yang ditetapkan al-Nasa’i dalam menilai para periwayat hadis lebih ketat dan keras ketimbang syarat-syarat yang digunakan Muslim bin al-Hajjaj.” Ini merupakan komentar subyektif Imam al-Naisapuri terhadap pribadi al-Nasa’i yang berbeda dengan komentar ulama pada umumnya. Ulama pada umumnya lebih mengunggulkan keketatan penilaian Imam Muslim bin al-Hajjaj ketimbang al-Nasa’i. Bahkan komentar mayoritas ulama ini pulalah yang memposisikan Imam Muslim sebagai pakar hadis nomer dua, sesudah al-Bukhari.
Namun demikian, bukan berarti mayoritas ulama merendahkan kredibilitas Imam al-Nasa’i. Imam al-Nasa’i tidak hanya ahli dalam bidang hadis dan ilmu hadis, namun juga mumpuni dalam bidang figh. Al-Daruquthni pernah mengatakan, beliau adalah salah seorang Syaikh di Mesir yang paling ahli dalam bidang figh pada masanya dan paling mengetahui tentang Hadis dan para rawi. Al-Hakim Abu Abdullah berkata, “Pendapat-pendapat Abu Abd al-Rahman mengenai fiqh yang diambil dari hadis terlampau banyak untuk dapat kita kemukakan seluruhnya. Siapa yang menelaah dan mengkaji kitab Sunan al-Nasa’i, ia akan terpesona dengan keindahan dan kebagusan kata-katanya.”
Tidak ditemukan riwayat yang jelas tentang afiliansi pandangan fiqh beliau, kecuali komentar singkat Imam Madzhab Syafi’i. Pandangan Ibn al-Atsir ini dapat dimengerti dan difahami, karena memang Imam al-Nasa’i lama bermukim di Mesir, bahkan merasa cocok tinggal di sana. Beliau baru berhijrah dari Mesir ke Damsyik setahun menjelang kewafatannya.
Karena Imam al-Nasa’i cukup lama tinggal di Mesir, sementara Imam al-Syafi’i juga lama menyebarkan pandangan-pandangan fiqhnya di Mesir (setelah kepindahannya dari Bagdad), maka walaupun antara keduanya tidak pernah bertemu, karena al-Nasa’i baru lahir sebelas tahun setelah kewafatan Imam al-Syafi’i, tidak menutup kemungkinan banyak pandangan-pandangan fiqh Madzhab Syafi’i yang beliau serap melalui murid-murid Imam al-Syafi’i yang tinggal di Mesir. Pandangan fiqh Imam al-Syafi’i lebih tersebar di Mesir ketimbang di Baghdad. Hal ini lebih membuka peluang bagi Imam al-Nasa’i untuk bersinggungan dengan pandangan fiqh Syafi’i. Dan ini akan menguatkan dugaan Ibn al-Atsir tentang afiliasi mazhab fiqh al-Nasa’i.
Pandangan Syafi’i di Mesir ini kemudian dikenal dengan qaul jadid (pandangan baru). Dan ini seandainya dugaan Ibn al-Atsir benar, mengindikasikan bahwa pandangan fiqh Syafi’i dan al-Nasa’i lebih didominasi pandangan baru (Qaul Jadid, Mesir) ketimbang pandangan klasik (Qaul Qadim, Baghdad).
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa Imam al-Nasa’i merupakan sosok yang berpandangan netral, tidak memihak salah satu pandangan mazhab fiqh manapun, termasuk pandangan Imam al-Syafi’i. Hal ini seringkali terjadi pada imam-imam hadis sebelum al-Nasa’i, yang hanya berafiliasi pada mazhab hadis. Dan independensi pandangan ini merupakan ciri khas imam-imam hadis. Oleh karena itu, untuk mengklaim pandangan Imam al-Nasa’i telah terkontaminasi oleh pandangan orang lain, kita perlu menelusuri sumber sejarah yang konkrit, bukannya hanya berdasarkan dugaan.
Tutup Usia
Setahun menjelang kemangkatannya, beliau pindah dari Mesir ke Damsyik. Dan tampaknya tidak ada konsensus ulama tentang tempat meninggal beliau. Al-Daruqutni mengatakan, beliau di Makkah dan dikebumikan diantara Shafa dan Marwah. Pendapat yang senada dikemukakan oleh Abdullah bin Mandah dari Hamzah al-’Uqbi al-Mishri.
Sementara ulama yang lain, seperti Imam al-Dzahabi, menolak pendapat tersebut. Ia mengatakan, Imam al-Nasa’i meninggal di Ramlah, suatu daerah di Palestina. Pendapat ini didukung oleh Ibn Yunus, Abu Ja’far al-Thahawi (murid al-Nasa’i) dan Abu Bakar al-Naqatah. Menurut pandangan terakhir ini, Imam al-Nasa’i meninggal pada tahun 303 H dan dikebumikan di Bait al-Maqdis, Palestina. Inna lillah wa Inna Ilai Rajiun. Semoga jerih payahnya dalam mengemban wasiat Rasullullah guna menyebarluaskan hadis mendapatkan balasan yang setimpal di sisi Allah. Amiiin.
23 Sep 2012
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 23, 2012
"Senantiasalah kamu berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur.
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 23, 2012
kebahagiaan itu akan datang ketika kita mau untuk peduli dan berbagi
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 23, 2012
kebahagiaan itu akan datang ketika kita mau untuk peduli dan berbagi
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 23, 2012
Jalani hidup dg penuh syukur pasti akan tiba saatnya,dmn semua akan menjadi indah pada waktunya
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 23, 2012
Orang2 sukses berbicara tentang ide2, dan orang2 biasa berbicara tentang diri'nya sendiri
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 23, 2012
Jangan berhenti berupaya ketika menemui kegagalan. Karena kegagalan adalah cara Tuhan mengajari kita tentang arti kesungguhan.
By:
rnppsalatiga
On: Minggu, September 23, 2012
Berhentilah membicarakan orang lain, dan mari membicarakan ide-ide untuk bisa mengubah dunia
22 Sep 2012
Kisah Inspiratif Dari anak Yang Buta
By:
rnppsalatiga
On: Sabtu, September 22, 2012
.jpg)
Anak itu sudah ada di situ selama lebih dari 4 jam, tapi di dalam kalengnya hanya ada beberapa keping uang. Padahal sedari tadi, banyak orang yang lalu lalang melewatinya.
Tanpa diketahui anak itu, ada seorang pria yang sempat memperhatikan kejadian ini selama beberapa menit. Pria itu pun akhirnya berjalan menghampiri anak itu. Setelah memasukkan beberapa uang koin ke dalam topi si anak, pria itu mengambil papan, membaliknya dan menulis beberapa kata.
Pria tersebut menaruh papan itu kembali, sehingga orang yang lalu lalang dapat melihat apa yang ia baru tulis. Segera sesudahnya, kaleng itu pun terisi penuh. Semakin banyak orang yang memberi uang pada si anak tunanetra.
Saat sore menjelang, pria yang mengubah kata-kata di papan itu datang kembali untuk melihat perkembangan yang terjadi. Nah, si anak tunanetra ini mengenali langkah kakinya dan segera bertanya, "Apakah bapak yang telah mengubah tulisan di papanku tadi pagi? Apa yang bapak tulis?"
Pria itu menjawab, "Saya hanya menuliskan sebuah kebenaran. Saya menyampaikan apa yang telah kamu tulis, dengan cara yang berbeda."
Apa yang ditulis oleh pria tadi adalah: "Hari ini adalah hari yang indah dan saya tidak bisa melihatnya."
Bukankah tulisan yang pertama dan yang kedua sebenarnya sama saja? Yakni, anak itu buta. Namun, tulisan pertama hanya menyatakan bahwa anak itu buta. Sedangkan, tulisan kedua menyatakan kepada orang-orang bahwa mereka sangat beruntung karena bisa melihat! Apakah kita perlu terkejut melihat tulisan yang kedua lebih efektif?
Dari cerita ini, ada beberapa hal positif yang bisa kita petik:
1). Bersyukurlah atas segala hal yang telah kita miliki.
Kita masih bisa melihat, tidak seperti anak buta tadi. Kita masih bisa bekerja dengan baik dan menghidupi kebutuhan sendiri tanpa membebani orang lain. Semua hal itu adalah hal yang lumrah, dan karenanya kita malah cenderung tidak mengucap syukur atasnya. Mulai sekarang, ubahlah pandangan kita tentang berbagai hal umum yang biasa kita lakukan, seperti bernapas dan bisa mengunyah makanan dengan baik. Jika kita bisa mensyukuri hal-hal kecil dan kelihatan remeh seperti itu, dijamin kita tidak akan merasa kekurangan dalam hidup.
2) Jadilah kreatif dan inovatif
.
Seperti yang tergambar dari kisah tadi, kita juga bisa berbuat hal yang sama seperti pria yang menolong si anak buta. Mengubah suatu kondisi yang biasa-biasa saja, dan malah cenderung murung, menjadi sesuatu yang tampak luar biasa. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan kreativitas dan inovatif yang tinggi.
3) Jalani hidup ini tanpa dalih dan mengasihi tanpa rasa sesal.
Ketika hidup memberi kita 100 alasan untuk menangis, tunjukkan pada hidup bahwa kita memiliki 1.000 alasan untuk tersenyum!
Belajar, Belajar, dan Belajar
By:
rnppsalatiga
On: Sabtu, September 22, 2012
Lakukan sekarang juga. Jangan tunda hari esok. Belajar yang banyak dan terus belajar. Duiele kesannya “sadis” banget neh (bossy ya? Hehehe). Tapi nggak apa-apa, ini bukan doktrin, tapi anggap saja sebagai penyemangat kita-kita untuk tetap terus belajar. Sampai kapan pun. Pokoknya, tiada hari tanpa belajar. Kamu bisa belajar di sekolah, di pesantren, di majelis taklim, di rumah, di masyarakat sekitar, dari koran, majalah, tabloid, televisi, radio, internet, termasuk di warung kopi, angkutan umum, dan seabrek fasilitas lainnya. Kamu bisa belajar apa pun dari tempat-tempat tersebut. Nggak perlu males. Dan memang nggak boleh males. Oke? Semangat terus!
Sobat muda muslim, belajar emang bikin kita jadi cerdas. Jangan khawatirkan kemampuan otak kita untuk menerima masukan informasi. Nggak bakalan luber. Kalo tong sampah sih iya, makin banyak diisi, bisa luber juga meski ukurannya udah segede apa tahu. Tapi otak kita, meski kecil namun memiliki ruang penyimpanan memori yang cukup luas. Ukuran mini kualitas maxi, begitu kata-kata yang bisa kita contek dari sebuah iklan untuk menggambarkan potensi otak kita.
Sekadar tahu aja, saya kutipkan neh dari bukunya Pak Fauzil ‘Adhim, Dunia Kata, beliau menuliskan beberapa pendapat pakar tentang kemampuan mengingat dari manusia. Di antaranya pendapat John Griffith, seorang ahli matematika mengatakan, “Setiap manusia normal mampu mengingat 1.000.000.000.000 (1011) bit informasi”. Sementara John von Neumann, ahli teori informasi, menghitungnya sampai 280.000.000.000.000.000.000 (280 diikuti delapan belas angka nol di belakangnya) atawa 280 kuintiliun bit). Oya, kamu perlu tahu, bahwa setiap satu bit mewakili satuan informasi terkecil, misalnya “ya”, “tidak”, “i” atau “o”, “on” atau “off”.
Nah, jadi sebenarnya nggak ada alasan untuk males belajar. Kalo masih ada yang bilang bahwa dengan banyak belajar ubun-ubun kita bisa ngebul, itu cuma karena kita nggak bisa mengelola waktu dan cara belajarnya aja. Kalo baik mengelolanya, insya Allah bisa deh kita belajar dengan efektif tanpa perlu ubun-ubun ngebul. Menurut saya sih itu cuma faktor kelelahan baik fisik maupun psikis. Itu saja.
Kita mampu mengingat informasi sebanyak itu? Bisa kok. Cobalah tengok teman-teman yang kebetulan hapal al-Quran yang jumlah juz-nya 30 itu (dan ingat, tentunya ia juga hapal tajwid-nya). Hebat banget tuh. Padahal buat kita yang nggak biasa belajar dan ngapalin seluruh isi al-Quran bakalan tekor tuh. Jangankan tiga puluh juz, juz 30 (Juz ‘Amma) aja kayaknya kita banyak yang nggak hapal.
Nah, itu baru hapal Quran, gimana dengan merekayang hapal Quran sekaligus hadis? Imam Bukhari contohnya, beliau sanggup menghapal ratusan ribu hadis lengkap dengan sanad dan rawinya. Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Ahmad bin Hambal pun, empat mujtahid yang hasil ijtihadnya banyak dijadikan rujukan kaum muslimin di seluruh dunia ini merupakan ulama sekaligus pelajar andal yang sanggup menguasai seluk-beluk ilmu fiqih. Subhanallah. Dan itu, nggak ujug-ujug bisa, tapi melalui proses belajar yang cukup lama, panjang, dan bahkan melelahkan.
Sobat muda muslim, kita insya Allah bisa. Bisa pinter, bisa punya wawasan banyak. Semuanya karena dimulai dengan belajar. Ya, belajar. Terus dan terus. Bahkan Imam Syafi’i dalam mencari ilmu memiliki semboyan yang bagus banget. Kata beliau, “Carilah ilmu seperti halnya seorang ibu yang kehilangan anak perawannya.”Artinya, dicari terus sampe dapet. Nggak pernah bosen, nggak pernah malas, nggak pernah putus asa. Belajar terus sampe dapat ilmu banyak. Jangan heran kalo Imam Syafi’i begitu dihargai dan dihormati kaum muslimin karena tingkat keilmuannya yang fantastis. Sekali lagi, itu cuma bisa diraih dari belajar. Nggak belajar, ya nggak dapet apa-apa. Tul nggak?
Oya, Allah Swt. akan meninggikan derajat bagi orang-orang yang beriman dan berilmu. Jadi berbahagialah kalo kita udah beriman dan berilmu. Allah Swt. udah ngejelasin dengan gamblang dalam firmanNya:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS al-Mujaadilah [58]: 11)
Bahkan nih, saking pentingnya punya ilmu dan ketakwaan, Imam syafi’i pernah bilang begini,“Sesungguhnya kehidupan pemuda itu, demi Allah hanya dengan ilmu dan takwa (memiliki ilmu dan bertakwa), karena apabila yang dua hal itu tidak ada, tidak dianggap hadir (dalam kehidupan).”
Wadau, mau disindir kayak gitu? Nggak lha yauw. Makanya, untuk bisa punya ilmu dan ketakwaan, resepnya cuma satu: belajar. Bener lho, kagak bo’ong! Suer banget.
Maka, untuk urusan belajar ini, nggak salah dong kalo Rasulullah saw. menyampaikan: “Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar.” (HR Bukhari)
Belajar dari mereka yang berhasil
Nah, sebagai pemuda, kita harus memiliki ilmu dan ketakwaan. Bisa berilmu dan bertakwa pastinya kalo udah belajar dong ya. Jadi intinya, jangan malas belajar. Kita kepengen banget menjadi kebanggaan umat dan agama Allah ini. Kayaknya, kita mesti mencontoh Usamah bin Zaid yang masih muda belia, usianya 18 tahun saat diangkat menjadi Panglima Perang oleh Rasulullah saw. untuk memimpin pasukan kaum muslimin dalam penyerbuan ke wilayah Syam yang berada di bawah kekuasaan Romawi pada waktu itu. Menakjubkan, bukan?
Usamah bin Zaid memang jago bin ahli perang. Keahliannya itu diperoleh karena terus mengasah diri untuk belajar. Karena, emang nggak ada orang yang langsung bisa pinter dan lihai keterampilannya tanpa melalui proses belajar. Ali bin Abu Thalib satu dari sekian ribu sahabat Rasulullah saw. yang diberikan pujian oleh Rasulullah sebagai sahabat yang berilmu tinggi.
Eh, kamu tahu Linkin Park? Grup band asal California yang 13 Juni 2004 lalu bikin goncang Jakarta, memang fenomenal. Salah satu lagunya yang asyik punya adalah “Breaking the Habit”. Mike Shinoda, pentolan grup band yang mengusung irama musik “gado-gado” ini, ternyata mencipta lagu asyik tersebut selama hampir enam tahun. Jelas, selama hampir enam tahun itu nggak mungkin nggak belajar. Pasti dia belajar dan terus mengembangkan lirik tersebut lengkap dengan iramanya yang nyetel abis. Hasilnya, lumayan menggebrak, sampe-sampe kamu yang ngefans nggak nyadar udah melantunkan potongan syair: “…I don’t why I got this way/ I know it’s not alright/ So I’m/ Breaking the habit tonight…” yang suka dibawain oleh suara serak dan sedikit berteriak milik Chester Bennington.
Sobat muda muslim, David Beckham, meski udah jago ngegocek bola, tapi dia merasa harus terus belajar untuk meningkatkan kualitas sepakannya, terutama kalo kebetulan jadi eksekutor tendangan bebas langsung ke gawang. Setiap malam sehabis latihan rutin, suaminya Victoria Adams ini selalu belajar dan berlatih untuk menendang bola agar masuk ke lubang ban mobil yang digantung di tiang dari jarak tertentu. Hasilnya? Kapten timnas Inggris ini masuk jajaran eksekutor tendangan bebas yang berbahaya bagi kiper lawan.
Sekadar tips
Sobat muda muslim, saya yakin kalo kamu pun udah pada punya tips sendiri untuk selalu belajar dalam hidup ini. Itu akan menjadi patokan buat kita dalam melangkah. Intinya sih, jangan malu dan malas untuk belajar. Oke deh, nih ada sedikit tips buat kamu:
Jangan cepat puas. Perasaan cepat puas dalam diri kita kudu segera dikubur dalam-dalam. Nggak baik cepat puas ketika belajar. Jangan sampe baru bisa belajar di level 2 (dalam skala 10) kita udah merasa cukup puas. Lalu malas belajar. Dalam urusan yang lain, cepat puas boleh-boleh saja kok. Misalnya, udah puas bisa meraih kekayaan materi. Tapi dalam mencari ilmu, jangan cepat puas dengan hasil yang udah kita dapet. Cari terus sebanyak-banyaknya. Yup, belajar tak pernah henti. Terus belajar sampai mati.
Meluangkan waktu untuk belajar lebih banyak. Ini perlu banget sobat. Untuk kesuksesan kita juga kok. Konon kabarnya Bill Gates saja, untuk bisa membangun kerajaan bisnis Microsoft, pergi jam 6 pagi dan pulang jam 2 dinihari. Ia melakukan riset dan belajar serta mengembangkan program-program andalan yang kelak bisa dinikmati masyarakat dunia. Sekarang, selain pinter, jumlah kekayaan doi setara dengan jumlah total kekayaan dari seperempat jumlah total penduduk Amrik (jumlah penduduk Amrik pada tahun 2004 aja, adalah sekitar 280 juta jiwa. Wow!). Tahun 2005 ini doi kembali jadi juragan terkaya di dunia. Jadi, luangkan waktu lebih banyak untuk belajar. Jujur saja, waktu 24 jam dalam sehari tiap orang sama. Allah memberikan sama kepada setiap orang. Mereka yang berhasil dan sukses biasanya yang pandai memanfaatkan waktunya. Ada yang memanfaatkan waktu luang dengan santai, ada yang malah belajar. Jadi, yang membedakan mereka yang sukses dengan yang gagal salah satunya adalah dalam memanfaatkan waktunya. Betul ndak?
Jangan porsir otak kita. Meski memiliki kapasitas penyimpanan memori yang besar, tapi perlakukan otak kita dengan baik. Jangan porsir dengan terus-menerus. Biarkan beberapa waktu otak kita melakukan relaksasi dan pelemasan. Hibur dengan berbagai aktivitas yang menyegarkan dan menyenangkan. Misalnya dalam liburan ini kita ajak otak untuk jalan-jalan menikmati keindahan alam atau berpikir untuk yang ringan dulu. Tapi jangan kebanyakan waktu nyantai dan ringannya ya khawatir nanti otak kita merasa terbiasa nyantai dan malah susah lagi untuk diajak belajar. Kan berabe tuh. Jadi, sewajarnya saja.
Manfaatkan kesempatan sebaik mungkin. Kata pepatah, kesempatan cuma datang sekali. Jadi, bersiaplah untuk menyambutnya. Lakukan sekarang juga, jangan tunggu esok. Saat ini, ketika masih muda, kesempatan itu segera manfaatkan untuk belajar. Jangan tunggu hari esok, apalagi kalo udah tua, selain susah mengingat, juga cepat lelah tenaga. Nggak mau dong kamu kayak gitu? Belajar tuh kapan aja, di mana saja, dan kepada siapa aja. Kalo ada kesempatan, langsung deh manfaatkan. Oke?
Pelajari, pahami, dan amalkan. Nah, ini penting juga sobat. Karena kita anak ngaji, maka nggak cuma belajar doang, tapi setelah dipahami kudu diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Buat kita, dan juga buat orang lain. Jadi memang kudu didakwahkan. Soalnya memang sayang banget, kita udah banyak tahu selama belajar, kita juga udah paham luar-dalam, tapi nggak disampaikan lagi ke orang lain. Jangan sampe begitu deh.
Sobat muda muslim, itu sekadar tips kecil aja kok. Moga bisa memberikan nilai yang berarti buat hidup kita. Sebagai anak ngaji. Kita juga nggak bisa cukup puas diri dengan hasil yang udah kita peroleh selama ini. Sebaliknya, karena tantangan dakwah kian besar, semangat kita untuk memiliki ilmu yang banyak tentunya kudu terus dikobarkan. Nggak boleh padam. Jangan sampe kalah semangat oleh mereka yang memiliki tujuan hidup lebih rendah dari kita. Sebagai pengemban dakwah, kita belajar untuk bisa mengasah kemampuan kita dalam memberikan pencerahan kepada orang lain. Lebih mulia dalam pandangan Allah, bukan?
Nah, untuk memiliki semua ilmu, khususnya yang berkaitan dengan ajaran dan dakwah Islam, nggak ada cara lain kecuali belajar, belajar, dan belajar. Ayo, kamu bisa! Saya percaya, kamu bisa! [solihin]
Langganan:
Postingan (Atom)